AISHA NURFAIZA NASUTION

Santri Sejuta Mimpi yang Lama Bermukim di Inggris

aisha1

 

Namanya Aisha Nurfaiza Nasution, lebih akrab dipanggil Aisha. Sulung dari dua bersaudara ini lahir 03 Oktober 2007 di Medan, Sumatera Utara. Putri Pasangan Zaid Nasution seorang Dosen Teknik Lingkungan di Universitas Sumatera Utara dan Meriesta Dewi yang berprofesi sebagai Dokter Gigi.

Pernah mengenyam pendidikan di Leeds West, Yorkshire, Inggris membuat Aisha lebih fasih berbicara English British dibandingkan Bahasa Indonesia. Kepindahannya pada usia tujuh tahun dari Medan menuju The Black Country guna mengikuti sang ayah menyelesaikan pendidikan doktoralnya di University of Leeds. Hal itu menjadikan Aisha punya segudang pengalaman dan memiliki pikiran kritis dibandingkan gadis seusianya.

Sempat bersekolah di Bleinheim Primary School dan Farnham Primary School Leeds Inggris, menjadikan Aisha sangat menyukai membaca dan dunia tulis menulis. Baginya membaca bukan hanya sekedar hobi, namun sudah menjadi kebiasaan. Kakak dari Hatta Nasution ini selalu menghabiskan membaca satu buku dalam tiga hari. Kebiasaan yang bagus untuk diikuti remaja seusianya.

Selama tinggal di Leeds, Aisha memiliki banyak pengalaman berkesan. Dia selalu kagum dengan dunia pendidikan Inggris yang menurutnya sangat memperhatikan literasi. Siswa di sana tidak pernah dituntut membawa buku paket dan alat tulis dari rumah. Mereka hanya diwajibkan membawa buku bacaan ke sekolah dan membacanya, lima belas menit setelah makan siang sebelum pelajaran selanjutnya dimulai. Kebiasaan ini yang mendorongnya sangat menyukai dunia literasi.

Wanita berusia 14 tahun ini juga sangat suka dengan toleransi yang dihadirkan Inggris. Baginya Negeri Ratu Elizabeth itu sangat menghormati muslim walaupun menjadi kaum minoritas di sana. Pernah suatu kali ia bermain dengan temannya yang merupakan warga lokal Inggris yang non muslim. Identitas Aisha yang seorang muslim membuat temannya itu sengaja mengurung anjing peliharaannya di rumah. Ini dilakukan agar ketika mereka bermain bersama tidak ada yang merasa terganggu. Kejadian ini membuat Aisha kagum terhadap penghormatan keberagaman di sana.

aisha2

Kepulangannya dari Inggris ke tanah air tahun 2018 sempat membuat gadis belia ini kurang percaya diri dengan bahasa Indonesianya, bahkan hal ini pernah membuatnya malu untuk berbicara pada orang lain selain keluarga terdekat. Perihal urusan belanja makanan saja, ia selalu menyerahkan urusan pembelian pada sang adik yang memang lebih mudah bergaul dengan orang lain. Namun bundanya selalu mendorong untuk berani berbicara dengan orang lain, walaupun saat itu bahasa Indonesianya masih belum fasih. Berkat dukungan keluarga dan keberanian yang dimilikinya, perlahan Aisha mulai membuka diri dan berbicara dengan orang lain menggunakan bahasa Indonesia. Walau diakuinya, beberapa kosakata bahasa Indonesia yang ditemuinya di buku bacaan masih belum dipahami. Pengalaman serupa sering Aisha alami hingga membuatnya terus  tertantang belajar bahasa Indonesia yang baik sampai akhirnya dia menemukan motto hidupnya “harus lebih berani”.

Berangkat dari motto hidup yang telah ditemukannya, Aisha tertarik mencoba dunia pesantren dan asrama yang menurutnya akan memberikan pengalaman berbeda dan berkesan di hidupnya. Dia  mendengar Diniyyah Puteri  pertama kali dari temannya yang pernah satu sekolah dengannya di SDIT Siti Hajar Kota Medan. Tak puas hanya mendengar cerita temannya, Aisha memutuskan mencari sendiri tentang pesantren yang didirikan Bunda Rahmah El Yunusiyyah ini di internet. Setelah mencari tahu tentang Diniyyah Puteri, dia menemukan fakta bahwa pesantren modern khusus putri yang terletak di Padang Panjang ini memiliki banyak kesamaan dengan sekolahnya di Inggris dahulu yang lebih banyak mengarahkan siswanya untuk praktik secara langsung.

Tekad Aisha semakin bulat setelah mendengar Diniyyah Puteri dari teman bundanya yang merupakan alumni pesantren khusus puteri tersebut. Melihat tekad Aisha yang begitu kuat, orangtua akhirnya mendukung pilihannya. Bundanya berinisiatif mengajak gadis muda ini mengunjungi Diniyyah Puteri untuk pertama kalinya.

Kesan pertama yang didapatkan gadis bermarga Nasution ini ketika melihat Diniyyah Puteri adalah kecil. Namun, setelah mereka menelusuri ke dalam lingkungan perguruan, anggapannya langsung berubah. Ternyata Diniyyah Puteri cukup besar untuk ukuran sebuah sekolah.

Corona yang melanda negeri ini membuat Aisha menjalani pembelajaran daring di awal masa sekolahnya sebagai santri. Cukup bosan dengan pelajaran daring yang disuguhkan, namun akhirnya kerinduan untuk segera pergi ke asrama terobati dengan dibolehkannya pembelajaran tatap muka, walaupun dengan syarat protokol kesehatan yang ketat.

Angin segar yang didengarnya membuat gadis lugu ini mengurai senyum merekah. Kerinduannya untuk segera menginjakkan kaki di asrama Diniyyah Puteri akhirnya terwujud. Pada langkah pertama menginjakkan kaki  di asrama, Aisha disambut oleh umi asrama. Awalnya ia cukup gugup dan ragu, namun salah seorang teman memanggilnya, “Hai, kamu yang jilbab biru, sini dong”. Aisha langsung menanggapi dan bergabung bersama teman-temannya yang sudah datang duluan. Mereka langsung berbagi cerita dan saling mengisi, sehingga seru menjadi kesan pertama yang didapatkan Aisha ketika memulai kehidupan barunya di asrama.

Memasuki fase baru kehidupan sebagai seorang santri membuatnya banyak menemukan kelebihan Diniyyah Puteri yang tak dia temui di tempat lain. Baginya pesantren yang sudah berusia 98 tahun ini mempunyai program dan kurikulum yang sangat bagus. Pelajaran yang diajarkan juga menyeluruh, sehingga gadis yang hobi mendengarkan musik Alessia Cara ini jadi tambah semangat. Dia yakin tujuannya memasuki Diniyyah Puteri untuk memperdalam ilmu agama serta mendapatkan banyak pengalaman berkesan akan segera terwujud.

Gadis yang sangat menyukai pelajaran Matematika ini berharap besar Diniyyah Puteri akan mengantarkannya mencapai mimpi besarnya melanjutkan sekolah ke Rusia. Dia juga berharap dengan mengikuti semua program yang ditawarkan sekolah khusus puteri ini membantunya mewujudkan cita-cita menjadi pengusaha sukses seperti panutannya, Jack Ma, taipan China pemilik Alibaba, dan Elon Musk Billionaires asal Amerika. Selain itu gadis asal Medan ini juga tertarik dengan dunia politik sehingga menginspirasinya untuk menjadi salah satu politikus handal seperti Kamala Harris. (Tasya Sabila/Diniyyah News)