IMG 7418

Senin, 28 April 2014. Perguruan Diniyyah Puteri Padang Panjang menerima kunjungan dari ICRC (the International Committee of the Red Cross atau Komite nternasional Palang Merah). ICRC adalah organisasi kemanusiaan yang netral, tidak memihak, dan mandiri. Misi dari ICRC ini adalah melindungi dan membantu korban konflik bersenjata dan situasi gangguan dalam negeri, sipil maupun militer, secara netral dan tidak memihak.

ICRC berasal dari visi dan tekad satu orang yaitu Henry Dunant pada tanggal 24 Juni 1859, tempatnya di Solferino, kota kecil di Italia Utara. Ketika itu pasukan Austria dan Prancis bertempur sengit di sana. Sore harinya, 40.000 prajurit bergeletakan tewas dan terluka. Hendry Dunant, seorang warga Swiss melihat keadaan itu merasa kasihan dan langsung mengambil tindakan, dengan mengajak penduduk setempat untuk merawat para prajurit yang terluka itu.

Di Indonesia, ICRC bekerjasama dengan pondok pesantren Darunnajah dan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Telah sukses menyelenggarakan eksperimentasi program Ekplorasi Hukum Humaniter (EHH) di 11 pesantren yang tersebar diberbagai penjuru nusantara. Ekplorasi Hukum Humaniter adalah program pendidikan yang mengenalkan kaidah dan prinsip dasar hukum Humaniter International (HHI) bagi siswa berusia 13 hingga 18 tahun. Selain itu, EHH tidak hanya mengajarkan HHI sebagai hukum produk internasonal, karena pada hakikatnya EHH bertujuan mengeksporasi isu-isu yang berkaitan dengan kemanusiaan, etika dan moral yang kerap muncul saat konflik. Dengan demikian pembelajaran EHH bertujuan memudahkan generasi muda yang menjalankan prinsip-prinsip kemanusian di dalam kehidupan sehari-hari dimana saja dia berada.

IMG 7415

Karena sudah sukses dengan programnya dibeberapa pondok pesantren, sekarang ICRC ingin melanjutkan programnya di Perguruan Diniyyah Puteri Padang Panjang. Tawaran program tersebut mendapatkan respon positif dari pimpinan perguruan Dinyyah Puteri Padang Panjang. Dia juga menyampaikan bahwa dulunya pendiri Perguruan khusus puteri itu juga tergabung dalam Palang Merah Indonesia pada masa penjajahan. Bahkan Dia (Rahmah El Yunusiyyah, pendiri Diniyyah Puteri) ikut merawat para korban-korban yang berjatuhan ketika terjadi peperangan antara penjajah dengan pribumi.

ICRC sengaja memilih pondok pesantren untuk melakukan kerja sama, karena mendapatkan respon positif dari pondok pesantren dan ditanggapi secara cepat. Sebelumnya mereka sudah menawarkan ke lembaga-lembaga umum lainnya, namun belum mendapat tanggapan. Untuk tindak lanjutnya, bagi pondok pesantren yang ikut tergabung kerja sama dengan ICRC akan ada pembekalan kepada guru-guru yang mengikuti pelatihan dari ICRC.

Beberapa metode pengajaran interaktif yang digunakan pada pelatihan ICRC antara lain permainan peran, dimana guru atau siswa dikenalkan tetang ‘responsibility’ terhadap korban kemanusiaan dengan kondisi-kondisi tertentu melalui kerja kelompok, diskusi, debat, penelusuran danpola konsekuensi.Disamping itu, juga menggunakan cerita, gambar dan analisa berita, survei pendapat, pengajuan usul tentang aturan-aturan dan pernyataan-pernyataan, serta merancang solusi atas dilema-dilema lapangan. Kemudian dilanjutkan dengan penelitian sejarah dan budaya melalui wawancara dengan pembekalanpengembangkan argumen-argumen tentang posisi seseorang melalui esai.

Besarnya dukungan darimanajeman atau yayasan pesantren, yang diiringi dengan komitmen dan semangat yang tinggi dari guru dan siswa, sangat menentukan keberhasilan eksperimentasi ini. (Lelen Sartika Woyla, Diniyyah News Reporter)