PENTINGNYA METODE PARENTING

Memasuki tahun ke tujuh Reengineering, masih saja terasa ada yang kurang dalam cara mendidik santri di Diniyyah Puteri. Betapa tidak mudah mendidik anak dan remaja. Apalagi tinggal di asrama dengan jumlah lebih lima ratus dengan latar belakang keluarga yang berbeda. Menanamkan kedisiplinan dan membentuk kebiasaan baru benar-benar sebuah tantangan besar bagi guru yang belum menikah. Orang tua yang hanya punya dua anak remaja di rumah saja sering pusing tujuh keliling menghadapi anak kandungnya sendiri, bagaimana pula dengan para guru ustadz dan ustadzah yang belum menikah atau baru menikah dan belum punya pengalaman mengasuh anak remaja tiba-tiba harus membimbing 25 santri dalam satu kamar di asrama. Dibutuhkan kesabaran luar biasa dan ilmu tentunya.

Bila kita ingat ke masa lalu, pengalaman apa yang paling banyak kita alami di sekolah? Ya, kebanyakan kita akan bercerita tentang sedikit kenakalan dan kelucuan di masa remaja. Namun di situ tertinggal cerita bagaimana pola hukuman dan pola asuh yang diterapkan guru untuk kita. Tidak jarang guru melontarkan kata-kata menyakitkan bila ada teman yang meribut di dalam kelas. Atau memberikan hukuman dengan memukul tangan dengan penggaris, melempar dengan kapur, menjemur di lapangan sekolah, dan mempermalukan siswa di hadapan teman-teman.

Pola asuh di rumah juga tidak jauh berbeda. Sering anak diperbandingkan dengan saudara yang lain dengan maksud memberikan motivasi. Tidak jarang pula anak menjadi sasaran menumpahkan kekesalan orang tua yang ribut antara pasangan suami isteri. Bahkan banyak orang tua yang memberikan hukuman berupa pukulan rotan di tubuh anak dengan alasan penegakan disiplin. Berhasilkah pendidikan dengan cara demikian? Pada satu sisi ada yang mengatakan ya, karena itu manjur membuat anak patuh. Di sisi lain? yang terjadi adalah generasi yang jiwanya kering dan keras. Hubungan antara anak dan orang tua lebih mirip hubungan hirarki organisasi. Berupa formalitas. Sementara dalam hati banyak anak yang mengeluhkan kehilangan kasih sayang. Mereka tidak dapat menjadikan orang tua sebagai teman cerita. Hubungan komunikasi yang terbangun hanyalah urusan uang sekolah, uang les, uang jajan, nilai rapor dan rangking di sekolah.

Ada kesadaran baru yang dirasakan dalam proses pendidikan di Diniyyah Puteri. Yaitu perlunya ilmu dalam mendidik anak di zaman digital sekarang. Kekerasan verbal dan fisik sudah harus dihapuskan. Anak-anak memerlukan orang tua dan guru sebagai pendamping mereka tumbuh mencapai cita-cita. Dan untuk itu perlu ilmu parenting. Anak dan siswa bukan menjadi objek, tetapi subjek penting dalam pembentukan generasi baru. Rumah dan sekolah harus memberikan kenyamanan bagi anak untuk tumbuh menjadi pribadi yang kuat sekaligus berprestasi.

Pada bulan Juli 2010 dimulailah pelatihan Parenting skills bagi guru dan karyawan Mt.DMP dan MA-KMI di Perguruan Diniyyah Puteri. Baik guru dan karyawan di sekolah dan guru di asrama. Pelatihan selama 4 hari bersama Dra. Eva Delva, M.MPd yang merupakan alumni Diniyyah Puteri yang memiliki pengalaman dalam pengembangan pendidikan karakter serta penerapan pola asuh yang benar bagi anak semenjak tahun 2004.

Dalam Training Parenting Skills ini guru dan karyawan dilatih untuk menghentikan pola kebiasaan komunikasi yang tidak nyaman bagi anak/ santri seperti: memerintah, membandingkan, menyindir, mengancam, menyalahkan dan lainnya. Dimana kebiasaan ini merupakan kebiasaan warisan yang didapatkan turun temurun. disamping itu guru juga dilatih bagiamana bisa memahami perasaan anak, menjadi pendengar yang baik dan membantu menyelesaikan masalah anak atau santri. Training ini selanjutnya menjadi training wajib bagi seluruh guru dan karyawan di lingkungan Perguruan Diniyyah Puteri. Apabila 300 guru dan karyawan Diniyyah Puteri Padang Panjang telah selesai mengikuti ini, baru dilanjutkan program training untuk para orang tua.