capture-20130918-132450

Dalam hidup ini, tidak selamanya kita berkecukupan, dan ada kalanya kita pun berkekurangan. Masalah keuangan bisa menimpa siapa saja. Sesungguhnya bukan berapa jumlah uang yang kita miliki, tetapi seberapa besar kita bisa mensyukurinya. Karena, bila tidak menyadarinya, kita akan kaget dengan putaran dunia yang mungkin sewaktu-waktu menimpa kita.

            Putaran dunia tidak pernah menginformasikan kapan waktunya Allah akan mengambil harta kita dan memutar nasib kita dari yang sebelumnya berharta menjadi tak berharta, dari yang sebelumnya penuh suka cita menjadi gundah gulana.

            Cara Allah mengambil harta dan memutar nasib kita pun bermacam-macam. Ada yang akibat kesalahan kita, dan ada pula yang memang sudah menjadi garis kita. Ada dan tiada, sebenarnya bagian dari permainan hidup. Yang di bawah tidak selamanya di bawah. Begitu juga yang di atas, tidak selamanya di atas. Yang terpenting bagaimana saat di bawah kita tidak menyesali nasib, atau bila di atas kita tidak lupa daratan. Saat di bawah seharusnya kita bisa merasakan semangat hidup mereka yang sudah lama tidak berpunya. Saat di atas kita harusnya menyadari bahwa hidup tidak selalu memberi kesenangan pada kita.

            Kita mesti mawas diri dengan senantiasa bersyukur, baik pada saat di atas maupun saat di bawah. Kegagalan bermawas diri akan menjatuhkan harkat dan martabat kita. Meski tidak bisa dipastikan bahwa saat di atas akan lebih selamat daripada saat di bawah. Atau sebaliknya, saat di bawah lebih selamat daripada saat di atas. Karena, banyak juga yang saat di atas justru semakin jauh dari Allah dan hidupnya tidak berkah. Dan, banyak juga yang saat di bawah justru menyesali nasibnya lalu semakin menjauhkan dirinya dari Allah dan dari hidup yang berkah.

            Memang, kemiskinan itu lebih dekat dengan kekufuran. tetapi tetap saja kita tidak bisa menyimpulkan dengan gegabah bahwa saat berada di bawah, orang akan lebih bermasalah daripada saat di atas. Pepatah itu hanya mengindikasikan potensi untuk bermasalah yang lebih besar dipunyai orang saat berada di bawah daripada saat di atas.

            Meski demikian, akhirnya semua berpulang pada pribadi masing-masing. Ada yang justru semakin berkah hidupnya saat di bawah, tetapi ada pula yang hidupnya justru amat berkah ketika berada di atas. Faktanya, banyak orang yang mengalami masalah keuangan, tidak lebih giat berusaha di jalan yang dibenarkan oleh agama, mendekatkan diri pada Tuhannya, dan memasrahkan segenap hidupnya, termasuk memasrahkan rezekinya pada Allah. Ini yang membuat ada ungkapan, yang kaya makin kaya dan yang miskin makin miskin. Oleh karena itu, kiranya ungkapan ini hanya cocok untuk orang-orang putus asa yang tidak bisa mengubah nasibnya. Padahal, faktanya yang miskin bisa menjadi kaya dan yang kaya pun bisa menjadi miskin.

            Di zaman serba susah seperti sekarang ini, mencari orang yang mengalami masalah keuangan dan ingin mengubah nasibnya sangat mudah ditemukan. Namun, mencari orang yang mengalami masalah keuangan yang ingin mengubah nasibnya, tetapi berusaha agar iman masih tetap di dalam dadanya, bukanlah hal mudah. Padahal, hidup yang berkah itu adalah hidup yang bisa menyeimbangkan kebutuhan jasmani dan kebutuhan rohani.

            Semua orang pasti ingin nasibnya berubah. Hanya saja ada yang mewujudkan keinginannya itu dalam aksi nyata, tetapi ada pula yang hanya menjadikannya tetap sebagai rencana saja. Banyak cara yang dilakukan oleh orang untuk mengubah nasibnya mulai dari cara hitam, abu-abu, atau cara yang memang masih putih.

            Yang menggunakan cara hitam bisa saja dengan mencari kerja sampingan sebagai pelindung tempat judi, pergi ke dukun, melacurkan diri, menjual narkoba, menyelundupkan barang-barang ilegal, atau menipu. Yang menggunakan cara abu-abu seperti menjual barang bajakan, mengirimkan tenaga kerja ke luar negeri secara ilegal. Yang menggunakan cara putih seperti membuka usaha sablon, membuka warung kecil-kecilan sebagai sampingan dan lain sebagainya.

            Kembali ke masalah keuangan. Sesungguhnya yang sulit bukan saat ketika kita sudah terbiasa menghadapi masalah keuangan. Yang sulit justru ketika kita terbiasa berkecukupan, lalu pada suatu saat hidup memaksa kita untuk menghadapi masalah keuangan, apalagi bila masalah keuangan yang kita alami ini kronis dan pertama kali kita alami. Dalam kondisi yang demikian ini jarang sekali orang yang sanggup menghadapinya. Banyak orang yang mengalami gangguan jiwa, mendadak sakit kronis, dan berbalik haluan menjalani usaha yang haram lantaran tidak kuat dengan kondisi yang tidak biasa itu. Bahkan, ada yang meninggal dengan bunuh diri lantaran tidak sanggup menghadapi tekanan kehidupan.

            Seharusnya, seburuk apapun kondisi yang dialami, kita harus tetap percaya diri, kuat iman, dan teguh hati. Semua itu bisa didapatkan bila kita tidak mempertuhankan harta yang kita punyai, menyombongkan kekayaan yang kita miliki, dan mengagungkan kemewahan yang melekat pada kita. Inilah yang disebut zuhud sejati oleh para sufi. Karena, zuhud tanpa punya harta, bukan sesuatu yang luar biasa. Zuhud ketika berharta, itu baru luar biasa. Ini yang dibutuhkan oleh siapapun yang memiliki harta agar ketika tidak berharta, kondisi itu tidak terlalu menyesakkan dadanya.

Wallahu a'lam