capture-20130918-132810

Berapa banyak riba telah menghancurkan rumah-rumah yang sebelumnya ramai. Berapa banyak riba telah membuat orang yang kaya menjadi miskin. Berapa banyak riba telah menyebabkan pemilik menjadi orang yang dimiliki.

            Berapa banyak orang yang bergelar dan menyandang kemuliaan dan kehormatan menjadi merugi dalam kehinaan, kefakiran dan lilitan kebutuhan, padahal sebelumnya ia selalu bergelimangan kenikmatan, kemuliaan dan kemewahan.

            Riba adalah musibah yang besar, penyakit yang berbahaya, virus yang ganas, dan pembunuh yang sadis. Seseorang yang melakukan praktik riba sesungguhnya sedang berlomba-lomba menuju kepada kefakiran dan lilitan kebutuhan. Ia juga akan jatuh ke jurang musibah yang dahsyat dan kesedihan yang tiada henti.

            Tidak pelak lagi, seseorang yang sebelumnya berada dalam kelonggaran rezeki, keadaan yang baik, dan kondisi yang nikmat, lalu kemudian tiba-tiba menjadi hina, miskin, yang selalu mengeluh akan kehidupannya. Kesusahan itu baginya dirasakan lebih sempit daripada lubang jarum. Sore dan pagi selalu diliputi kesedihan dan kesusahan berkepanjangan.

            Terkait riba, Allah swt berfirman sebagai berikut, “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang beriman. Jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertobat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya,” (QS Al-Baqarah: 278-279) Nabi Muhammad Saw bersabda, “Allah melaknati pemakan barang riba, barang yang dimakan dari hasil riba, pencatat transaksi riba, dan orang yang menjadi transaksi riba.”

            Lihatlah bagaimana murka Allah Swt dan Rasul-Nya itu kepada semua yang terlibat dalam riba, seperti pencatat dan saksi praktik riba, terlebih lagi pemberi dan pengambil riba. Meski demikian, terkadang masih ada saja orang yang berkata, “Apa artinya pencelaan dan ancaman dari Allah dan Rasulullah. Sedangkan kita saat ini melihat banyak pemerintahan berperadaban dan bangsa yang maju karena bertransaksi dengan cara riba dan mereka menganggap riba sebagian dari beberapa pendorong kemajuan?

            Jawaban untuk pertanyaan seperti itu adalah pemerintah dan bangsa yang menggunakan transaksi riba juga mengetahui bahayanya khamr (minuman keras) dan bahaya perzinaan. Meski begitu, mereka tetap saja melegalkan perzinaan dan meminum khamr. Padahal, keduanya jelas berakibat negatif. Begitu pula dengan riba.

            Semua kerajaan dan pemerintahan di Eropa telah membenarkan hikmah Allah Swt dalam pengharaman praktik riba. Karena mereka melihat dengan mata kepala sendiri dan menemukan bahwa harta yang disimpan di lembaga-lembaga keuangan dan perbankan, semuanya seakan-akan tak ada hasilnya dan hilang tak berbekas.

            Riba itu merusak dunia. Karena, ketika manusia membungakan uangnya dengan cara seperti ini, maka mereka akan cenderung bersantai-santai, malas, dan tidak mau bekerja. Para petani pun tidak akan meraih kesuksesan lantaran hanya mengandalkan pembayaran bunga bank. Begitu pula yang terjadi pada para pedagang dan pengusaha, karena tujuan mereka hanya terfokus pada hasil pembayaran bunga bank.

            Muhammad Abduh menuliskan tentang riba sebagai berikut, “Riba menumbuhkan sikap pada diri seseorang untuk tidak merasa perlu dengan pemberian-pemberian Allah yang diberikan kepadanya. Ia juga menyebabkan manusia malas bekerja dan tidak berusaha mencari penghidupan di bumi dengan cara berdagang, bercocok tanam, atau membuka perindustrian. Karena jika seseorang melihat bahwa dengan menyimpan uang di bank memperoleh hasil yang cukup memadai dari membungakan uangnya tanpa perlu bersusah payah, maka ia akan melakukannya. Seketika itu juga ia akan meninggalkan dunia kerja, lalu dibelenggu oleh rasa malas dan tidak mau berusaha. Dengan begitu, ia telah menjadi anggota masyarakat yang merusak lingkungan sosialnya, tidak punya pekerjaan dan tidak punya manfaat sama sekali.     Ketika riba sudah banyak tersebar dimana-mana, berarti banyak pula anggota-anggota masyarakat yang bersifat perusak di dalamnya. Setelah hal itu terjadi dalam tubuh umat, maka keropos dan hilanglah kekuatan tubuh umat.”

            Jika orang kaya mau membantu orang-orang fakir dalam urusan penghidupan mereka, tanpa ada embel-embel bunga, tentu akan dapat melunakkan hati yang sedang kacau karena masalah ekonomi serta dapat memperkuat tali cinta kasih sesama manusia. Manakala masalahnya seperti itu, keamanan akan menaungi seluruh negeri dan keberadaan semua masyarakat menjadi teratur.

            Jika orang kaya tidak memberikan hartanya pada orang-orang miskin kecuali dengan cara riba, maka sikap seperti itu akan melahirkan kedengkian dan iri hati dari orang-orang yang sedang dililit kebutuhan. Sikap yang demikian juga mengakibatkan terputusnya hal-hal yang baik. Mereka tidak akan segan merampok harta orang-orang kaya dengan segala cara yang mungkin bisa dilakukan.

Wallahu a'lam