5-trik-sederhana-menghadapi-bos-yang-sedang-marah

Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a bahwa pada suatu saat seorang laki-laki berkata kepada Nabi Muhammad Saw, “Nabi, berpesanlah kepadaku!” Mendengar itu, Nabi hanya berkata, “Jangan marah!” Pria itu mengulangi permintaannya berulang kali. Meski diminta berulang kali, Nabi tetap mengatakan, “Jangan marah!” (HR. Al-Bukhari). Diriwayatkan pula dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah Saw suatu saat bersabda, “Bukanlah disebut orang kuat, orang yang kuat pukulannya. Orang yang kuat adalah orang yang dapat mengendalikan dirinya di kala marah.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim). “Orang yang kuat pukulannya” pada hadis di atas, maksudnya adalah orang yang mampu memukul dan menjatuhkan orang.

            Dalam pembahasan ini sengaja ditampilkan dua hadis di atas agar kita bisa membuat kesimpulan bahwa kemarahan adalah cara paling mudah untuk merusak hubungan yang sebelumnya terjalin baik. Kemarahan itu pula yang pada awalnya yang menimbulkan api membara, yang bermula dari percikan-percikan kecil kemarahan yang tak segera dipadamkan. Oleh karena itulah, seseorang harus mempertanyakan posisi dirinya berkaitan dengan sifat yang buruk ini.

            Sekarang pertanyaannya adalah, apakah kemarahan telah menguasainya? Atau ia mampu mengalahkan kemarahan dan tidak membiarkan kemarahan itu menjadi raksasa dan setan buta yang menghancurkan hubungannya dengan kerabat, teman, dan relasinya. Apa yang dilakukan seseorang pada saat berhadapan dengan kemarahan akan membantu memperjelas perbedaan di atas. Jangan mengumbar kemarahan dan emosi yang meletup-letup, sehingga bisa saja berujung pada masalah besar hanya lantaran sesuatu yang sepele. Jika merasakan kemarahan telah menguasai diri kita, hingga meluluhlantahkan emosi, maka pusatkan konsentrasi kemarahan itu kepada urusan-urusan yang lain agar kita bisa memindahkan perhatian pada hal-hal yang positif.

            Emosi sendiri terlahir sebagai energi di dalam fisik akibat beban yang berlebihan. Oleh karenanya, kita sebaiknya berusaha memanfaatkan emosi untuk mengarahkannya kepada aktivitas-aktivitas yang memiliki manfaat. Energi itu dapat saja membantu kita untuk mengerjakan sebagian pekerjaan rumah yang berat. Biasakan untuk melatih diri mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang berat tapi bermanfaat untuk dapat menyalurkan energi berlebih ini. Ada beberapa kegiatan yang bermanfaat yaitu keluar rumah untuk berolahraga, jalan-jalan, berkebun, atau menata rumah. Setelah melakukan itu, kita akan merasa rileks dan lebih tenang setelah menghabiskan energi yang berlebihan dan emosi yang tinggi dan meledak-ledak. Ada pula sebagian orang yang memakai cara bernyanyi-nyanyi dan bersenandung kecil untuk memecahkan perhatiannya, menumbuhkan sikap pasrahnya, rileks, dan santai dalam dirinya. Dengan cara itu, ia melawan ketakutan dan menghadapi emosi serta mengatasinya secara bertahap. Ada pula yang menggunakan cara dengan bantuan olah spiritual. Ia membuat rileks otot-otot tubuhnya dengan cara yang santai agar dapat menghilangakan ketegangan otot fisiknya. Emosi sendiri berhubungan dengan ketegangan akal.

            Oleh karenanya, ketika dapat terlepas dari ketegangan otot, emosi kita pasti akan mereda. Kita sendiri harus selalu melihat kebaikan dan keburukan seseorang secara seimbang, karena kita tidak boleh melihat seseorang dari sisi keburukannya saja. Hal ini disebabkan karena seseorang manusia merupakan satu kesatuan yang saling melengkapi antara keistimewaan dan keburukannya atau kekurangannya.

            Hal yang sama juga kita terapkan kepada diri kita. Terkadang timbulnya kemarahan dan emosi disebabkan oleh sesuatu sebab yang spontan saja dan perasaan merasa kurang. Oleh karena itulah, seseorang harus memberikan hak yang dimiliki dirinya. Ia tidak seharusnya menggugurkan atau mengurangi kadar hak orang lain. Ia pun harus harus meneliti sendiri keistimewaan, kehebatan, dan kebaikan yang dimiliki dirinya, sehingga ia dapat membuka kedua matanya sebagai manusia yang berakal. Namun, kita juga harus memiliki sifat rendah hati dan berusaha untuk tidak memiliki sifat takabur alias sombong.

            Semua hal itu diusahakan agar kita bisa meminimalkan dan mengurangi hal-hal yang dapat membuat kita marah. Agar kita mampu menjadi orang yang dapat mengendalikan amarah dan memaafkan kesalahan orang lain. Betapa agungnya orang yang mampu mengendalikan dirinya ketika marah, ketika takut, dan saat kaget. Adapun emosi dapat mengacaukan pikiran yang normal dan menurunkan kemampuan seseorang untuk melihat segala sesuatu dengan pandangan yang sehat. Seseorang pastilah akan melakukan kesalahan jika dia membuat keputusan pada saat sedang marah. Oleh karena itu, sudah seharusnyalah kita tidak membuat keputusan yang penting di kala sedang emosi. Setelah api amarah menjadi tenang kembali, barulah kita membuat keputusan. Itu pun kita tetap harus berdasarkan pikiran yang tenang dan hati-hati mengenai satu masalah yang akan diputuskan. Dengan begitu, kita dapat terhindar dari membuat keputusan yang salah. Resiko dan efek buruk yang mungkin saja ditimbulkan oleh keputusan itu pun bisa kita hindarkan. Hal yang sama juga harus kita lakukan saat menghindari sifat-sifat yang dapat memicu emosi.

            Ada pula cara lain untuk mengatasi emosi adalah dengan tangisan. Oleh karena itu, tidak seharusnya seseorang menahan air mata kemarahan. Hal inio bertujuan untuk merilekskan saraf-saraf yang tegang, dan melepaskan diri dari ketegangan. Air mata alami (bukan rekayasa) pasti akan membebaskan seseorang dari kemarahan, ketidaknyamanan emosi serta rasa sakit yang tidak nampak. Menahan air mata justru malah menambah ketegangan dan terkadang juga memperburuk kondisi kejiwaan serta perwatakan seseorang. Karena seseorang manusia mempunyai ikatan keimanan dan kepercayaan yang kuat kepada Allah. Kita harus selalu mengingatkan bahwa sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Terkait hal ini, Allah Swt berfirman sebagai berikut, “Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Asy-Syarh [94]: 5-6.)

            Sungguh. Menahan kemarahan ibarat menahan seekor serigala yang buas. Banyak manusia yang gagal untuk menaklukkannya. Hanya orang-orang kuat imannya yang mampu untuk melindungi dirinya dari sifat jelek tersebut. Anehnya, banyak dari kita yang bangga menjadi orang pemarah, dan merendahkan orang yang mencintai sikap sabar. Padahal, sabar bukan berarti lemah, dan marah bukan berarti kuat.

            Semoga kita terjauh dari sikap pemarah dan menghias diri dengan sikap sabar yang kelak akan berbuah cahaya kedamaian. Amin...