Untuk menjadi sukses, kita membutuhkan kekonsistenan, baik dalam hal kecil maupun hal yang besar. Melatihnya pun tentu tidak hal yang mudah. Walaupun kita telah menanamkan niat yang suci sejak awal, tetapi di tengah jalan, kita akan mendapatkan goncangan kecil yang mampu membuyarkan niat suci tersebut. Maka dari itu, orang yang konsisten ialah orang yang teguh pendirian untuk dapat melawan hal-hal yang menganggunya di kemudian hari.

Hal pertama yang perlu kita lakukan adalah membulatkan tekad serta berjanji pada diri sendiri agar tetap komitmen. Semua itu dilakukan secara terus-menerus dan tetap bertahan dengan faktor eksternal yang dijumpai. Hal ini tentu suatu yang tidak sulit dipraktekkan. Tapi untuk ditanamkan secara permanen dalam diri, perlu dilakukan secara perlahan dengan sabar untuk mendapatkan hal yang maksimal.

Hal kedua, tujuan yang jelas dan spesifik. Kita sudah memahami betul apa tujuan kita melakukan tahap-tahap untuk mendapatkannya. Dengan berkhayal ria serta bermimpi dan merancang juga bisa. Tapi bukan berarti hanya berkhayal serta bermimpi saja, pastinya harus berani meniti perlahan untuk mendapatkan khayalan tersebut. Kesuksesan tanpa tujuan yang jelas sama dengan hal yang tidak mungkin, walaupun telah berusaha sekuat tenaga.

Terakhir, berdoalah dalam melaksanakannya. Tanpa bantuan Tuhan, konsisten belum tentu kita raih dengan mudah. Usaha mendapatkannya tidak bisa dilakukan dengan instan saja. Kekhawatiran serta takut gagal juga mempengaruhi sifat konsisten tersebut, sehingga kita terpengaruh dan mengotori niat yang sudah dirancang. Sedangkan kemalasan menyebabkan kita jauh dari tujuan, walaupun niat suci tetap seperti itu. Hindari hal ini, sehingga akhirnya konsisten dapat kita miliki.

Contohnya saja, jika kita seorang reporter atau wartawan dalam media cetak. Dalam hal ini diperlukan konsisten pada waktu. Jika deadlinenya telat 5 menit saja, berita hangat itu akan menjadi dingin dan basi. Begitulah pentingnya konsisten, apalagi dalam pekerjaan.

Tak hanya pekerjaan saja, dalam pendidikan juga sangat diperlukan. Contohnya, jika kita tidak konsisten membuat PR. Maka, kita akan ditegur oleh guru. Atau, kalau belajar hanya saat ujian saja, sementara waktu-waktu sebelumnya disia-siakan untuk hal yang tak bermanfaat. Lalu, nanti akhirnya akan menyesal mengapa tak konsisten belajar terus menerus, bukan saat ingin ujian saja.

Oleh sebab itu, tak sedikit masalah datang karena hilangnya kata konsisten. Sebagai manusia, wajar saja kita memiliki kelemahan dan kekurangan. Yang tidak wajar adalah ketika kelemahan dan kekurangan justru menjadi alasan dalam pembenaran terhadap tindakan tidak konsisten. Semoga saja konsisten itu dapat menjadi sikap kepribadian kita yang utuh. (Nisa’ul Afifah/MA KMI Diniyyah Puteri)