IMG 0194

Diniyyah Puteri sekolah saya adalah pesantren khusus putri. Di sekolah tersebut, kami punya suatu peraturan yang harus selalu kami taati dimana pun kami berada dan dalam keadaan apapun, selama kami masih berada dalam ruang lingkup sekolah. Salah satunya adalah perguruan mewajibkan untuk memakai lilit. Lilit adalah salah satu seragam sekolah kami yang menyerupai jilbab. Tapi bedanya lilit ini persis seperti pashmina dan cara memakainya dililitkan. Lilit adalah salah satu seragam khas yang membedakan kami dengan anak-anak putri dari pesantren yang lainnya. Lilit ini juga bisa dibilang warisan turun temurun dari pendiri perguruan kami.

Agar terlihat lebih rapi dan tidak berantakan, jarum pentul yang disiapkan untuk memasang lilit pun harus lebih banyak. Bisa dikatakan jarum pentul adalah kebutuhan pokok kami setiap memakai lilit. Nah, ketika persiapan ke Jepang semuanya membawa jarum pentul sebanyak yang dipunya. Karena kebanyakan digunakan untuk persiapan di jalan apabila ada jarum pentul yang tercecer atau pun hilang, sehingga masih punya banyak cadangan.

Jepang terkenal dengan budayanya yang sangat sensitif dengan keselamatan orang lain. Apalagi kalau itu dapat membahayakan nyawa banyak orang. Sekecil dan sesepele apapun itu, bisa jadi rumit kalau yang kita hadapi adalah orang Jepang. Kembali ke cerita tentang jarum pentul tadi. Selama di Jepang, kami menyewa 1 bus besar, bus itu akan menemani perjalanan kami dari pagi sampai malamnya. Jadi bisa dibayangkan bus bisa jadi rumah kedua selain hotel yang kami tempati. Kebiasaan buruk pun muncul. Barang berserakan dimana-mana, tas, buku-buku, dan yang paling gawatnya lagi, jarum pentul pun banyak menempel di kursi-kursi bus. Sehari kemudian, kami mendapat kabar bahwa sopir sempat merasa tersinggung karena beliau menemukan begitu banyak benda tajam berserakan dimana-mana. Ya itu jarum pentul. Bagi orang Jepang itu bisa jadi sebuat tindakan kriminal, apalagi jarum pentul yang ditemukan tidak hanya di satu tempat, hampir di semua bangku. “Maksudnya apa ini?” Mereka sempat agak sensi jadinya. Wah, ternyata di sana benda sekecil dan sesepele itu bisa jadi masalah besar. Setelah dijelaskan berkali-kali oleh ibu Mina Hatori, guru pembimbing kami selama di Jepang, baru beliau mengerti. Kalau tidak, mungkin entah bagaimana masalah yang akan kami hadapi.

Ternyata masalah jarum pentul ini tidak sampai disini saja. Kejadian yang serupa terulang di hotel tempat kami menginap. Yang kita tahu pastinya kamar hotel yang kita tempati adalah sepenuhnya milik kita selama kita menginap, sehingga semua barang-barang bebas berserakan di sana-sini. Dan kami juga tidak menyadari jarum pentul yang kami gunakan terselip di selimut atau terjatuh di lantai. Sehingga ketika petugas hotel yang memeriksa kamar benar-benar sangat kaget. Baru kali ini mereka menemukan tamu yang berlaku criminal yang dengan tega membiarkan jarum pentul berserakan. Mereka hampir menyangka kami orang jahat yang ingin mencelakai tamu-tamu lainnya. Sampai pada hari terakhir menginap, mereka melakukan scanning ulang ke semua seprai dan selimut kami. Mana tau ada terselip jarum pentul. Wahh…. nasib, nasib, ternyata jarum pentul sama kayak pisau keramat kalau di negara Jepang.

Sekedar informasi, hampir di seluruh penginapan di Jepang memberlakukan hal seperti ini. Nah, apabila kita tidak bisa menjelaskannya secara jelas, atau terjadi salah paham, nama kita akan diblacklist dan tidak diperbolehkan untuk kembali menginap di hotel yang sama. (Safira Widastika/MA KMI Diniyyah Puteri)