Eva Delva (Dosen STIT Diniyyah Puteri Rahmah El Yunusiyyah dan Trainer Diniyyah Training Centre)

Tegaknya suatu bangsa tergantung pada akhlaknya. Apabila akhlaknya rusak, binasalah bangsa itu.

Pendidikan karakter sebagaimana yang direncanakan Presiden SBY telah menjadi program nasional. Langkah ini upaya membangun karakter bangsa yang lebih mermartabat dan bermoral.

Sebuah adagium menyatakan, moral bangsa yang ada pada masyarakat merupakan tiang kekuatan bagi bangsa itu sendiri untuk eksis dan maju dipelbagai bidang. Tidak hanya dalam kemajuan teknologi, kemajuan bidang ekonomi juga diawali oleh moral pejabatnya. Sebaliknya kehancuran sebuah bangsa sudah pasti terjadi jika kehancuran moral bangsa itu sudah berlaku mewabah di sana.

Jauh sebelum itu, Thomas Lickona seorang professor pendidikan mengungkapkan, fenomena kehancuran bangsa memiliki 10 tanda-tanda kehancuran.

Pertama, meningkatnya kekerasan di kalangan remaja. Kedua, penggunaan dan kata-kata yang memburuk. Ketiga, pengaruh grup yang kuat dalam tindak kekerasan. Keempat, meningkatnya perilaku merusak diri, seperti penggunaan narkoba, alkohol dan seks bebas. Kelima, semakin kabur pedoman baik dan buruk. Keenam, menurunnya etos kerja. Ketujuh, semakin rendahnya rasa hormat kepada orang tua dan guru. Kedelapan, rendahnya tanggungjawab individu dan warga negara. Kesembilan, membudidayanya ketidakjujuran. Kesepuluh, adanya rasa saling curiga dan kebencian di antara sesama.

Jika dicocokkan dengan kondisi yang ada membelit bangsa saat ini sangatlah sesuai, mengingat masyarakat Indonesia sedang mengalami demoralisasi sistematik yang mencemaskan.

Jadi, benar ungkapan Lickona yang menyatakan bahwa peradaban suatu akan menurun apabila demoralisasi telah merambah semua sektor.

Guna membangun kembali karakter bangsa yang terpuruk itu menjadi bangsa yang kokoh, bermartabat dan bertanggungjawab, diperlukan langkah strategis, yakni dengan mencanangnkan pentingnya pendidikan karakter di semua level dan jenjang pendidikan.

Sayangnya, gaung pendidikan karakter yang menggema di Kementrian Pendidikan itu akan tetap berjalan di tempat, tanpa menyentuh ornagtua dan guru. Jelasnya, paket pendidikan untuk orangtua dan guru itu yang sngat cocok dan sesuai adalah program training yang bernama parenting (keorangtuaan/pengasuhan). Inilah yang mesti diberesi sebelum memberesi anak didik.

Perlunya training parenting untuk guru untuk meluruskan paradigma mendidik. Orrantua dan guru sebagai pihak pertama yang akan mengajarkan pendidikan karakter harus mendaptakan materi ini.

Parenting sebagaimana yang kita ketahui fokus pada latihan pembiasaan komunikasi efektif dengan si anak. Latihan pendidikan akhlak, kemandirian dan bertanggungjawab, pembiasaan hidup sehat.

Sebenarnya 85 persen pemasalahan anak muncul karena komuniksai yang salah dari orangtua. Tanpa kita sadari dan disengaja, orangtua menghancurkan dan merusak harga diri anaknya lewat kata-kata kasar yang diucapkannya. Efeknya, jika diteruskan akan melemahkan mental dan merusak pertumbuhan kepribadian anak itu sendiri.

Bahaya ucapan negatif seperti memerintah, menasehati, mengancam, mengkritik dan melabeli anak dan sebagainya, adalah cara yang salah. Pada mulanya mungkin orangtua ingin memberi tahu kesalahan yang dilakukan anaknya agar diperbaiki. Rupanya, itu menjadi bumerang.

Hal yang keliru lainnya dilakukan orangtua adalah ucapan membanding-bandingkan dengan maksud memotivasi. Ternyata yang dilakukan sianak berbeda dengan apa yang kita harapkan.

Orangtua kerap menyalahkan atau melabeli anaknya dengan kata-kata “kamu nakal, susah diatur, pemalas, dan sebagainya”.

Kehidupan anak sekarang, berbeda dengan anak zaman dahulu. Pengaruh dominan yang sekarang membanjiri mereka sekarang adalah pengaruh teknologi dan informasi yang begitu pesat. Kondisi itu diperparah dengan kejahatan remaja yang meningkat. Adanya ekses negatif dan pengaruh tadi diperlukan beberapa skill khusus dalam pengasuhan anak.

Anak perlu dibesarkan dengan kata-kata positif. Lebih utama lagi dalam pembentukan karakter. Harus dibarengi dengan pengasuhan, jika tidak pembentukan karakter akan runtuh.