Datuk Panji Alam Khalifatullah yang dikenal sebagai gelar pak Taufik Ismail ini berasal dari Pandai Sikek, Tanah Datar, Sumatera Barat. Lahir pada 25 Juni 1935. Beliau tumbuh dari kalangan keluarga guru dan wartawan yang gemar membaca. Telah memiliki cita-cita menjadi sastrawan sejak masa SMA dulu. Namun, beliau memilih jalan sendiri untuk menjadi dokter hewan serta ahli peternakan, tetapi gagal dengan bidang tersebut.
Menulis di berbagai media massa telah menjadi rutinitas sendiri baginya, karena telah menjadi wartawan serta menulis beberapa kumpulan puisi seperti Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia, Tirani, Benteng, dan banyak lainnya. Beliau salah satu pendiri Horison, majalah sastra. Selain menyukai dunia tulis-menulis, juga aktif dalam organisasi di masa kuliah. Penerima beasiswa AFS International Scholarship, sejak 1958 juga menjadi penyelenggara pertukaran pelajar antarbangsa.
Dalam menggapai jangkauan penyebaran puisi lebih luas, pak Taufik lebih memilih kerjasama dengan menulis lirik yang dinyanyikan oleh penyanyi yang tenar di masanya, seperti Himpunan Musik Bimbo dan Chrisye, atau malah sebaliknya puisi garapannya juga sering dinyanyikan. Karena menurut pak Taufik puisi Indonesia terkesan terlalu serius, beliau berani membumbui dengan sentuhan humor, di awal 1970-an. Puisi-puisi yang beliau buat bukan hanya ditulis saja, tetapi juga dibacakan di depan umum bahkan telah ke luar negeri.
Jadi, untuk mendapatkan banyak prestasi dan pengalaman itu tak mudah, butuh banyak perjuangan. Tembus publish ke media saja hingga 2-3 tahun bagi sastrawan ini yakni saat kelas 2 SMA dan saat itu perasaan beliau pertama kali sangat gembira. Tetapi bukan halangan baginya, bahkan itu suatu motivasi untuk berusaha memperbaiki terus menerus serta lebih rajin menulis dan membaca. Pak Taufik sendiri juga mengakui prospek menulis puisi tidak selalu menjadi nafkah yang kurang layak, kadang novel-lah lebih menjanjikan.
Kini, pak Taufik telah memiliki Rumah Puisi dengan berbagai puisi-puisinya yang terpampang serta pustaka yang berisi koleksi buku-bukunya. Halaman rumah puisi dipenuhi bunga karena istrinya cukup menyukainya. Rumah puisi terletak di Aie Angek, kecamatan X koto, Sumatera Barat. (Nisa’ul Afifah/MA KMI Diniyyah Puteri)