Pendidikan merupakan sesuatu yang amat penting. Jika dulu pendidikan hanya dibatasi pada kaum pria, namun sekarang wanita juga sudah dibebaskan untuk mengikuti jejak itu. Bahkan sering kita lihat di dunia pendidikan, banyak terlihat kaum wanita yang sangat antusias demi memiliki beragam ilmu. Hal ini juga didorong oleh rasa keinginan yang kuat untuk meniti kehidupan yang baik di masa depan.

Di masa penjajahan, pendidikan tidak hanya dibatasi pada kaum pria, tetapi juga dibatasi pada kaum bangsawan. Anak-anak kaum priyayi pada masa itu diberi kesempatan untuk menempuh pendidikan yang didirikan Belanda, sedangan anak-anak pribumi dan rakyat jelata tidak sama sekali. Mereka hanya berdiam diri di rumah dan sekali-kali membantu orangtua di sawah, dapur, ladang, dan lainnya. Sungguh miris bukan? Bersyukurlah kita tidak dilahirkan pada zaman itu.

Tapi, jangan hanya bersyukur, sobat. Alangkah baiknya jika kita tahu siapa yang telah membuat kita bebas saat ini dari ancaman mengenyam pendidikan. Tokoh yang namanya sampai sekarang terkenal dari Sabang hingga Merauke itu adalah Ki Hajar Dewantara. Bagaimana tidak dikenang, semboyan ciptaannya yang bertuliskan “Tut Wuri Handayani”, dijadikan slogan Kementrian Pendidikan Nasional Indonesia. Sehingga tak ada pelajar Indonesia yang tak kenal akan kata-kata mutiara itu. Pria asli keluarga Keraton Yogyakarta yang lahir pada tanggal 2 Mei 1889 ini dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional ke-2 oleh Presiden 1 RI, Ir. Soekarno pada 28 November 1959. Tanggal kelahiran beliau diperingati sebagai hari pendidikan nasional. Beliau yang bernama asli Raden Mas Soewardi Soeryaningrat tersebut rela melepaskan gelar kerajaan dari namanya itu dengan maksud agar dapat bebas dekat dengan rakyat, baik secara fisik maupun hatinya. Waw, Subhanallah ya.

Sebagian hidup Ki Hajar Dewantara digunakan untuk bekerja keras dalam dunia kewartawanan dan menulis di berbagai surat kabar. Pada tahun 1918, beliau mulai mencurahkan perhatian bagi bangsa Indonesia di bidang pendidikan sebagai bagian dari alat perjuangan meraih kemerdekaan. Saat itulah tulisan-tulisan beliau yang sebelumnya bernuansa politik beralih ke bidang pendidikan dan kebudayaan berwawasan kebangsaan. Pada 3 Juli 1922 ia membangun sebuah sekolah bernama Perguruan Nasional Taman Siswa. Perguruan ini sangat menekankan para peserta didik agar mereka mencintai bangsa dan tanah air dan berjuang untuk memperoleh kemerdekaan.

Keren kan sekilas dari biografi singkat Ki Hajar Dewantara? Alangkah mulianya hidup beliau, berjuang demi masa depan yang cerah bagi para generasi penerus bangsa ini. Sehingga kita semua yang mengenyam pendidikan saat ini dapat bersekolah dengan baik tanpa adanya pihak asing yang mengganggu. Lihat, betapa sulitnya di 20 tahun yang akan datang bagi kita untuk mencari pekerjaan. Dimana-mana takkan berlaku lagi ijazah SMA, melainkan seminimal-minimalnya ijazah S1 dengan skill dan kemampuannya masing-masing. Akan tetapi, ijazah-ijazah yang berharga itu tidak berarti jika didapatkan melalui berbagai penipuan, penyogokan, mencontek, dan hal-hal haram lainnya yang dihalal-halalkan. Namun hendaklah dengan usaha yang keras, jujur, dan berkualitas.

Sobat, sekolah atau apapun bentuknya adalah tempat mendapatkan ilmu. Itu bukanlah tempat sebagai ajang bermodis-modisan atau bergaya-gayaan, berhura-hura, dan bersenang-senang tak karuan. Tapi tempat untuk kita menimba ilmu, berjuang memperoleh yang terbaik secara murni, dengan tetap menjaga kerendahan hati. Ketahuilah bahwa dunia semakin maju. Maka marilah kita rajin-rajin belajar. Alangkah nikmatnya bersekolah itu bukan? Belajar bersama dengan teman-teman, mendapat ilmu, bersosialisasi, dan waktu senantiasa bermanfaat.

Maka, dengan memperingati hari Pendidikan Nasional, kenanglah ia sebagai hari yang telah mengumpulkan semangat belajar kita bertahun-tahun lamanya. Sampai jumpa di masa depan yang cerah bagi generasi kita. Semoga Indonesia mampu menjadi negara maju, bukan lagi berkembang. Bersatu dan optimis! (Amimma Nurti Lusdiana/MA KMI Diniyyah Puteri)