(Wulan Sardiana/MA KMI Diniyyah Puteri)
Butiran embun pagi jatuh dalam kelopak daun kehidupan. Hanya ada kelengangan. Kendaraan sedang dipanaskan si pemilik dalam garasi masing-masing. Hingga menidurkan sejenak jalan raya yang seolah tak pernah tidur. Namun langkah kaki dua pasang sepatu telah berdiri bangga untuk menjalankan tugas rutinitasnya. Itu semua demi nama keikhlasan dan kecintaan.
Dengan tiupan nafas, ia baca Bismillah untuk memulai pekerjaan hariannya. Ia tersenyum ramah kepada seluruh makhluk yang sudah terbangun dari tidur malam. Menggambarkan hatinya yang mekar, atas anugerah yang diberikan yang Maha Kuasa untuk bisa kembali menikmati hidup. Pak Ganteng terlihat gagah bersama seragam kebanggaannya.
Dari namanya saja timbul rasa senang. Sebenarnya siapa yang tidak mengenal Pak Ganteng. Namun melihat wajahnya itu yang menjadi tanda tanya banyak orang. Maka jatuhlah sapaan aman itu, nan tentunya menjadi panggilan akrab dan sayang bagi sebagian orang yang mengenalnya.
“Pak, beras kita sudah sangat menipis,“ percakapan dengan istrinya tadi Subuh masih menghantui pikiran Pak Ganteng. Lamunannya terhenti saat motor-motor mulai keluar dari belokan menuju tempat ia mencari rezeki hari ini.
Suara percakapan yang diciptakan anak-anak sekolah menyadarkan pria itu. Ia berlari dengan langkah lebar untuk membimbing anak-anak melintasi jalan. Dengan profesional, ia mengatur kendaraan yang melaju kencang, memberhentikan dan menyuruh anak-anak untuk berjalan lebih cepat menjauhi jalanan.
Saat pagi hari, kebanyakan manusia baru merasakan kesegaran dan saatnya memulai aktivitas. Tetapi bagi Pak Ganteng saat itu telah menjadi kelelahan dengan peluh yang menetes di jidatnya. Pagi dimana makhluk yang bernama matahari baru saja mengapung dan langit hitam yang masih tersisa di lembaran fajar, telah menjadi butiran rezeki bagi seorang seperti Pak Ganteng yang berjalan dengan seragam kebanggaannya.
Jadwal jaga malam serta sistem peraturan yang sudah ditetapkan, membuat Pak Ganteng harus merelakan waktu istirahatnya. Saat semua orang tertidur nyenyak dengan selimut tebal serta bantal dan kasur yang bervariasi empuknya, ia berusaha tetap terjaga. Saat mimpi-mimpi indah meninabobokkan semua mata dengan ragam keindahan, ia berusaha mengunci engsel-engsel semua pintu. Beberapa kali ia mencari sesuatu yang mampu membuat matanya yang merah dan keriput itu bisa terus terbuka di antara kesunyian langit malam. Secangkir dua cangkir kopi belum juga mampu membunuh semua kantuknya. Saat mata sekejap-kejap tertidur, maka datanglah beberapa ekor nyamuk yang tak pandang bulu mengigit sepuasnya darah yang telah kelelahan itu. Mereka tidak mau tahu dengan penderitaan Pak Ganteng, asalkan perut mereka kenyang. Saat cuaca menghimbau angin agar menebarkan butiran-butiran hujan yang sangat lebat, ia tetap bertahan.
Semua kesunyian yang biasa menemani Pak Ganteng dalam jadwal jaganya, kini telah ramai oleh suara hantaman air hujan yang mengalir deras. Dan jika boleh memilih, seorang Pak Ganteng lebih memilih ditemani oleh kesunyian daripada curahan hujan dan petir. Sarung usang menjadi sedikit penyelamat tubuhnya yang sedang mengigil di bawah meja tempat posnya berada.
“Astaghfirullahal’azim, dinginnya.” Dengan tangan menopang dagu, Pak Ganteng mencoba mencari kehangatan.
Semua itu harus terjadi dalam kehidupan Pak Ganteng. Tentang kesabaran menjalankan semua lika-liku kehidupan serta kerja keras mendapatkan sesuap nasi untuk anak dan istrinya di rumah. Semua menjadi hiburan tersendiri saat rasa jenuh dan bosan terhadap nasib yang belum berubah.
Ketika mata benar-benar tidak lagi bisa diajak kerja sama, syukurlah ada Pak Andro yang mau menggantikan beberapa saat untuk jaga malam. Maka waktu itulah yang sangat berharga bagi Pak Ganteng, guna memulihkan tenaga yang sudah tak tersisa lagi.
* * *
Siang ini adalah jadwal Pak Ganteng mendapatkan tugas jaga. Hal itu membuatnya senang dan bisa bernapas lega. Tidak lagi ia merasakan kedinginan, kehujanan, kantuk dan gigitan nyamuk yang sebelumnya selalu menemani selama jaga malam.
Seperti biasa, Pak Ganteng mengerjakan tugasnya sebagai security yang baik dan bertanggung jawab kepada pekerjaannya. Banyak sekali kendaraan yang berlalu lalang keluar masuk sekolah hingga membuat ia menjadi kewalahan di bawah terik matahari yang sedang menghamburkan sinarnya. Panasnya cuaca membuat Pak Ganteng kehausan. Dan bibir yang telah kering itu sebentar-bentar menahan ludah ketika aroma makanan yang bertebaran di udara menghampiri indera penciumannya. Saat tak ada lagi kendaraan yang keluar masuk, maka berlarilah ia menuju posnya untuk menikmati makan siang yang tertunda 15 menit. Namun, suapan demi suapan harus terhentikan ketika seorang tamu datang untuk meminta bantuan mencari suatu tempat. Karena kewajiban yang dipikul, ia rela menghentikan semua kenikmatan. Bergegas ia mendahulukan kepentingan orang lain dari pada dirinya sendiri.
* * *
Hari berjalan seperti laju arus. Setiap pagi, pak ganteng bangun Subuh buta, saat kebanyakan manusia terlena dalam selimut. Ia bangun untuk sujud kepada Sang Pencipta, memohon sejuta harapan.
Memori itu berputar kembali…….
Rombongan anak muda sedang bercakap-cakap tak karuan di tepi jalan tanpa melihat jalanan yang dipenuhi oleh kendaraan berlalu lalang. Sebagai menjalankan kewajiban, maka Pak Ganteng mencoba menasehati anak-anak tersebut.
“Anak-anak, tolong jalan di tepi.” Suara pak ganteng memberi tahu.
Seorang anak diantara mereka merasa risih, lalu fokus melihat ke arah baju dan membaca nama seorang security yang tersenyum di depannya.
“Ha…ha...ha… nama loh tuh tak sebanding dengan tampang loh. Ganteng-ganteng, apaan yang ganteng.” Suara terakhir itu diikuti tawa teman-temannya.
Tanpa perasaan bersalah, mereka pergi tanpa peduli perasaan Pak Ganteng.
“Astaghfirullahal’adzim.” Dielus-elusnya dada untuk meredakan kemarahan yang bergemuruh.
Tetesan air mata pak Ganteng telah mulai keluar saat mengingat kembali kejadian itu. Benar, ia bukanlah seorang pengajar yang banyak berjasa bagi manusia. Ia hanyalah seorang security yang menjaga keamanaan di sekitar lokasi sekolah kecil di tempat yang tentu kecil pula. Tapi ia juga manusia di dunia ini. Lalu apa salahnya ia mengharapkan hal itu dari orang lain.
* * *
Pagi telah datang. Seperti biasa Pak Ganteng keluar dari rumah. Dengan pakaian kebanggaan, ia melupakan semua tangisan dan perkataan anak muda itu. Ia buka matanya melihat keindahan alam, lalu melangkah dengan semangat untuk bekerja seperti biasa. Rombongan anak-anak muda berjalan dalam trotoar di samping arus kendaraan yang banyak. Mereka bercakap-cakap satu sama lain. Pak Ganteng mulai teringat kejadian itu. Tapi buru-buru ia membuang semua prasangka, tidak semua orang di dunia ini yang jahat, pasti ada yang baik. Maka berlarilah dia untuk membantu anak-anak muda itu melintasi jalan. Dengan tangan yang lebar, ia mengatur laju kendaraan, kemudian menyuruh para pejalan kaki yang kebanyakan anak-anak muda sedang pergi menuntut ilmu itu agar bergegas meninggalkan jalan. Doa Pak Ganteng dikabulkan.
“Terima Kasih, Pak…!” Suara rombongan anak muda terdengar dengan senyum penuh keikhlasan. Kalimat itu mereka berikan kepada seorang security yang mulai dihujani keringat. Lantunan kebahagiaan berjalan menyelimuti Pak Ganteng. Saat itu juga semua tetesan jerih payah, lelah dan letih yang terkumpul selama bekerja telah hilang akibat dua kata penuh keajaiban. Perasaan sangat senang benar-benar telah tersebar dalam hatinya. Senyuman berubah haru saat pak Ganteng terkejut senang menjawab dengan wajah yang tak akan pernah menduga-duga bisa mendapatkan penghargaan dari orang lain. Semua pengabdian selama ini telah terbayar mahal dalam ungkapan terima kasih.
# # #
Buat Security Diniyyah Puteri yang Memberi Inspirasi