- Details
- Published on 19 September 2015
Mengikuti jambore dunia yang diadakan 4 tahun sekali mungkin adalah pengalaman yang hanya bisa dirasakan satu kali seumur hidup. Dan tanpa disangka, sayapun sempat mencicipi bahkan menyusuri jalannya kegiatan yang diikuti oleh kurang lebih 150 negara tersebut. Mengalami berbagai kejadian yang tak pernah terpikirkan, menyadarkan bahwa tak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Sama seperti pemikiran bahwa menutup aurat secara benar akan mendatangkan kesusahan dan mempersulit untuk mengikuti berbagai kegiatan yang bisa dilakukan oleh orang-orang pada umumnya. Ternyata kami, 7 orang santri Dinyyah Puteri peserta World Scout Jambore 2015 dapat mematahkan anggapan tersebut. Dengan tetap memakai baju yang syar’i, kami tetap bisa mengikuti kegiatan yang diselenggarakan tanpa mengalami halangan yang berarti akibat prinsip yang kami tangguhkan. Ketika sedang berbicara dengan kenalan saya yang berasal dari tempat yang kurang familiar dengan jilbab yang saya kenakan, tak jarang mereka terheran. Bahkan pernah ketika saya sedang menukar batch, (semacam lambang kontingen negara yang biasanya ditukar untuk menjadi koleksi) dengan gadis yang berasal dari Greece, Eropa, ia bertanya, “Anda tidak merasa panas dengan baju yang anda kenakan saat ini? Tapi saya tahu itu adalah kewajiban untuk anda memakainya.” Dengan percaya diri saya menjawab, “Tidak, justru saya merasa nyaman. Karena dengan baju ini saya bisa terhidar dari sinar matahari yang menusuk dan itu memang kewajiban saya untuk mengenakannya.”
Setelah dialog tersebut, sebenarnya saya sedikit tersentak karena orang tersebut dengan berani bertanya tanpa melecehkan. Disitulah saya merasakan toleransi yang benar-benar teraplikasikan disana, sejalan dengan slogan jambore yang berbunyi “WA, spirit of unity”. Jadi, meskipun sekitar 30.000 peserta yang mengikuti kegiatan ini berasal dari berbagai negara, agama, dan tradisi, namun mereka tetap menghormati dan memperlakukan satu sama lain secara sama.
Disitulah baru terasa bahwa nilai kepramukaan telah banyak terjalankan dalam acara ini. Tidak hanya nilai toleransi yang sangat dijunjung tinggi, namun pelajaran bagi diri sendiri sangatlah berlimpah. Kedisiplinan, mengingat kegiatan diselenggarakan di Jepang yang merupakan negara yang cukup disiplin dalam menjalankan kehidupan mereka. Acara yang selalu mulai sesuai dengan jadwal yang terjadwalkan sehingga rangkaian acara lainnya juga bisa berjalan dengan lancar pula, budaya antri yang selalu terpraktekkan hingga sampah yang selalu dibuang secara baik dan pada tempatnya. Kemandirian juga sangat dibutuhkan untuk bertahan hidup di tenda dari tanggal 28 Juli sampai 7 Agustus 2015 dengan kondisi suhu yang sangat berbeda dengan Indonesia, yakni hingga mencapai 40 derajat celcius yang membuat kami harus ekstra beradaptasi dan menjalaninya tanpa mengeluh. Panasnya siang yang membuat tubuh kami harus rela terbakar hingga mengeluarkan bulir keringat sebesar biji jagung dan pendeknya malam yang membuat kami harus siap untuk meminimalkan jam tidur dan berusaha mengefektifkannya.
Keramahtamahanpun sangat terasa disana, semua saling menolong yang lain tanpa mempermasalahkan siapa yang ditolong. Ketika saya mendapatkan tugas piket bergilir untuk mengambil air, saya menggunakan kereta beroda untuk mengangkutnya. Tetapi karena jalan menuju kemah penuh batu dan tidak rata, sehingga saya kesusahan membawa kereta tersebut. Tanpa memintai tolong orang lain, justru kebanyakanmenawarkan bantuan dengan sopannya. Kelompok saya juga pernah sedang berusaha membangun tenda makan, tapi karena badan kami tidak ada yang mampu mencapai ujung tenda tersebut, akhirnya kami mengalami sedikit kesusahan ketika membangun tenda tersebut. Unit leader tetangga kami, kontingen Denmark, langung lari tergesa-gesa dan segera menawarkan bantuan kepada kami, dengan senang hati kami menerimanya. Selesai itu, ia justru mengatakan jika membutuhkan sesuatu, datang saja ke tenda kontingennya dan ia akan menolong dengan suka hati. Tidak hanya terjadi sesekali, tapi setiap saya merasakan kesusahan, saya merasa pasi ada saja yang menolong saya melalui cara yang tak terduga.
Kesabaran pun sangat diuji di sana, apalagi ketika saya mengalami berbagai kendala tak terduga bahkan tak diinginkan. Tapi berkat kerja keras untuk selalu menghadapinya, akhirnya bisa kembai ke tanah air dengan selamat. Banyak hal yang saya kira pasti takkan mungkin terjadi, justru hal tersebutlah yang menjadi penolong untuk saya. Bahkan sesuatu yang kita tidak sukai sekalipun, itulah yang menjadi satu-satunya jalan keluar untuk saat itu.
Tentu takkan cukup menceritakan seluruh rangkaian kisah kami selama mengalami pengalaman yang luar biasa ini. Mengenal sebagian dari 465 peserta yang berasal dari Indonesia dan tidak sedikit kami berkenalan dengan teman sebaya yang berasal dari belahan dunia yang berbeda. Perjalanan ini memberikan banyak pelajaran untuk banyak orang. Sedikit banyaknya, pasti akan berpengaruh untuk kehidupan orang-orang yang mengikutinya. Bagi mereka yang menggunakan kesempatan ini sebaik-baiknya, dan mengikuti semuanya sesuai prosedur yang ada, tentu dia akan mendapatkankan dampak yang memang setimpal ia dapatkan. Lain hal bagi mereka yang mempunyai tujuan yang keliru untuk mengikuti kegiatan ini, dan akhirnya melakukan hal yang melenceng bahkan yang sebenarnya tidak boleh dilakukan baik menurut segi peraturan maupun moral.
Kegiatan ini memberikan kesan yang istimewa bagi saya pribadi. Lewat acara ini, Tuhan telah membuka mata hati saya bahwasanya dunia ini amatlah luas, masih banyak yang harus dipelajari dan diraih. Tuhan meciptakan dunia dengan bentangan alamnya nan elok dan makhluknya yang menakjubkan. Melihat Jepang, seakan saya melihat bahwa itulah sebenarnya buah dari kedamaian dan keteraturan. Kita Indonesia pun masih punya peluang untuk mengikutinya selama masih ada usaha yang maksimal dari diri kita sendiri.
Tuhan memperlihatkan kuasanya lewat beragam jenis manusia karya-Nya berkumpul di suatu tempat agar kita dapat memerhatikan keagungan-Nya melalui kepandaiannya menciptakan manusia yang berbagai macam bentuk dan rupa serta lukisan alam yang tak tertandingi. Semoga catatan perjalanan saya ini berguna bagi siapa pun yang membacanya. Dan harapan saya, semoga bacaan yang saya buat ini bukan hanya menjadi sekedar bacaan yang lewat sekilas lalu terlupakan. Semoga bisa menjadi gambaran yang dapat menggerakkan siapapun pembacanya untuk bergerak ke arah yang lebih baik. (Nadhira Asiyah Arrin, Resmamita, & Annisa Maulidia Alfian/MA KMI Diniyyah Puteri Padang Panjang)