Sebuah Pertanyaan untuk kita semua yang sudah berkeluarga, atau belum, yang sudah punya anak atau belum. Ketika Kita melihat anak anak SMP hari ini, kita meyaksikan bahwa fisik atau casing nya SMP, namun perilaku, sikap dan sejumlah kemampuan lainnya masih usia 4th, bahkan 3th. Apa yang terjadi pada anak anak ini jika itu terus berlanjut sampai ia SMA, kuliah, bekerja dan berumah tangga. Anak anak ini berada di Komunitas keluarga dan sekolah yang Bernilai rendah. Dan jumlahnya sangat banyak di Indonesia.

BUILDING A VALUABLE COMMUNITY FOR CHILDREN adalah sebuah Konferensi Pendidikan Anak Usia Dini VII yang baru saja dihadiri oleh Pimpinan Perguruan Diniyyah Puteri Padang Panjang Ibu Fauziah Fauzan,M.Si bersama Ibu Eva Delva,M.M.Pd Ketua Jurusan PGRA STIT Diniyyah Puteri serta Directur School Of  Teacher Ibu Laili Ramadhani,M.A  di Hotel Mandarin Bundaran HI Jakarta dan Dihadiri oleh Praktisi Pendidikan Indonesia lainnya. 

12540188 10208324014995994 1737054946 n

 

 BUILDING A VALUABLE COMMUNITY FOR CHILDREN, Bagaimana membangun Komunitas yang Bernilai Tinggi Bagi Anak Anak kita. Bagaimana caranya agar anak anak kita bisa belajar menjadi seseorang yang BERTANGGUNG JAWAB, JUJUR, KOMITMEN, DISIPLIN, DAN MEMILIKI EMPATI.

Sebuah Pertanyaan untuk kita semua yang sudah berkeluarga, atau belum, yang sudah punya anak atau belum. Ketika Kita melihat anak anak SMP hari ini, kita meyaksikan bahwa fisik atau casing nya SMP, namun perilaku, sikap dan sejumlah kemampuan lainnya masih usia 4th, bahkan 3th. Apa yang terjadi pada anak anak ini jika itu terus berlanjut sampai ia SMA, kuliah, bekerja dan berumah tangga. Anak anak ini berada di Komunitas keluarga dan sekolah yang Bernilai rendah. Dan jumlahnya sangat banyak di Indonesia.

KOMUNITAS adalah tempat sekumpulan orang orang berinteraksi. Komunitas terkecil sampai terbesar adalah KELUARGA, AGAMA, BUDAYA, SEKOLAH, KOTA, NEGARA, DUNIA. Teroris yg kita bicara kan kemaren, Hampir dipastikan tumbuh di Komunitas yang Bernilai rendah. mengapa Indonesia menjadi negara yang aneh dalam banyak hal, yang juga kita tertawakan kemaren karena masyarakat Indonesia tumbuh di Komunitas yang Bernilai rendah.

Kita bisa menilai diri kita hari ini apakah kita tumbuh di Komunitas yang Bernilai Tinggi dengan melihat perbandingan apakah sikap perilaku, kemampuan adaptasi, kemampuan memahami Perbedaan, kemampuan menghadapi dan menyelesaikan masalah sudah cocok dengan Casing diri kita, usia kita, atau masih tertinggal di usia dini.

Untuk membangun Komunitas Bernilai Tinggi maka perlu ada RUTINITAS, RITUAL, dan TRADISI. Yang Bernilai Tinggi pula.

Mari kita Bahas Komunitas terkecil di Keluarga. Di keluarga ada RUTINITAS Yaitu melakukan suatu hal dalam aturan dan urutan tertentu. Mari kita cek rutinitas saat bangun pagi sampai Menjelang tidur. Rutinitas apa yang kita bangun? Apakah ada skedul yang diketahui dan disepakati di rumah kita. Jam Berapa Bangun? Jam berapa Sholat? Bagaimana merapikan kamar sebelum ditinggalkan? Bagaimana standar kerapian itu?Siapa yang harus terlibat dalam menyiapkan sarapan? Siapa yang membereskan sarapan? Jam berapa berangkat kerja dan sekolah? Jam berapa anggota keluarga harus hadir di rumah untuk makan malam bersama? siapa yg menyiapkan? Siapa yg merapikan? Jam berapa waktu tidur? Itu adalah RUTINITAS. Hal yang rutin akan membuat anak nyaman karena mampu Memprediksi dan mengantisipasi apa yg akan terjadi. Apabila anak sejak usia dini tidak memiliki rutinitas, maka ia akan sulit Memprediksi kehidupan, sulit menyelesaikan masalah. Dan di usia remaja menjadi remaja bermasalah. RITUAL adalah melakukan aktivitas diantara rutinitas namun mampu menyatukan semua anggota Komunitas. Misalnya dalam Rutinitas SARAPAN PAGI ada RITUAL bahwa anak terlibat menyiapkan sarapan. Semua duduk di meja makan tanpa ada Hp, IPAD, dan Anggota keluarga makan Bersama dan berdiskusi bersama dengan hangat saling berbagi perhatian dan merapikan meja makan Bersama setelah berdoa. Itu adalah RITUAL. Apabila ada RUTINITAS di Keluarga namun tidak menyatukan hati dan pikiran serta perasaan Komunitas, maka itu namanya bukan RITUAL. pertanyaan nya, ada berapa RITUAL di Keluarga kita?

RITUAL yang lain yang bisa kita bangun adalah saat Menjelang tidur. Apakah anggota keluarga saling mendoakan, berpelukan, memaafkan. RITUAL juga bisa dibangun saat Sholat Subuh atau sholat magrib berjamaah. RITUAL ini menjadi penting baik bagi individu maupun bagi anggota Komunitas bersama. Dalam Ritual dibangun kebersamaan sekaligus perilaku yang akan menjadi karakter anak di masa depan. Kalau seseorang sering ke dokter gigi maka berarti ritual sikat gigi dan kualitas sikat giginya masih rendah. Kalau sikat otaknya juga berkualitas rendah, dan ritual yang dibangun keliru atau dibangun dengan standar rendah maka dj usia dewasanya ia akan bermasalah. Misalnya ada keluarga yang membangun ritual sholat subuh berjamah sekeluarga. Tilawah Quran bersama, lalu membahas akhlak dengan sesama manusia. Namun orang tua abai akan kerapian kamar anak. Selimut Tak dilipat, Kamar berantakan, maka kebersihan dan kerapian tidak menjadi penting bagi anak dan anak tidak terlatih bertanggung jawab. Di usia dewasa nya ia sholat tepat waktu tetapi berantakan. Ia selalu menganggap akan ada orang lain yang akan mengerjakan untuknya. Ia Buang sampah sembarangan karena merasa akan ada petugas kebersihan yang membersihkan untuk nya. Inilah salah satu kesalahan ritual di Republik Indonesia ini sehingga setiap kota dan propinsi negara kita bertaburan sampah.

Jadi penting kita bangun Ritual yang dapat membuat otak anak anak kita bekerja dengan kemampuan tertinggi nya. RITUAL juga dibangun di sekolah. Sekolah adalah tempat dimana anak anak paling banyak menghabiskan waktu dibanding tempat lain. Namun sekolah di negara kita Kebanyakan memang hanya sekedar Membuang waktu saja. Anak anak hanya datang ke sekolah, mendapatkan materi di Kelas lalu dihafal dan dijawab dalam selembar kertas. Dan guru serta orang tua merasa beres saat ujian tulis anak Bernilai Tinggi. Sementara sisi pembentukan sikap dan perilaku terabaikan, maka sekolah belum dapat disebut Komunitas. Di sekolah yang ada hanya rutinitas tanpa ada ritual dan hubungan kuat dengan orang tua, komunikasi yg baik sesama guru, komunikasi yg baik antar guru dan Siswa, Siswa sesama Siswa, maka sekolah tersebut tidak dapat disebut KOMUNITAS. Inilah alasan mengapa Diniyyah Puteri mewajibkan Training Parenting bagi semua orang tua Sebab yang dibangun adalah Komunitas. Di sekolah di samping memiliki rutinitas berkualitas juga dibangun RITUAL seperti makan Bersama Siswa dan guru. Membangun persahabatan yang aman dan Indah saat program Bahasa, berbagi makanan saat berbuka puasa senin Kamis (di Diniyyah Puteri) adalah membangun kebersamaan dan sikap. Di samping RITUAL, hal penting berikutnya dalam membangun Komunitas adalah TRADISI. Yaitu cara sikap perilaku melakukan sesuatu oleh sekelompok orang untuk jangka waktu lama berlangsung bertahun tahun dari generasi ke generasi.

Tradisi adalah cara sikap perilaku dalam melakukan aktivitas oleh sekelompok orang berlangsung tahun ke tahun generasi ke generasi dari ibu ke anak dari anak ke cucu dan seterusnya. Di keluarga Indonesia ada Tradisi Berbuka bersama saat Ramadhan, Tradisi merayakan Idul Fitri dan Idul Adha. Dimana saat itu disajikan menu special keluarga. Mulai dari Kue kecil, cake, rendang, opor Ayam, ketupat dan Lainnya. Aktivitas akan dinamakan tradisi bila mengikat hubungan Komunitas keluarga menjadi lebih akrab, hangat dan ada nilai nilai yang dibangun. Tradisi tidak akan bermakna bagi anak anak bila ternyata memberikan pengalaman yang tidak menyenangkan. Tradisi juga tidak memberikan pendidikan kepada pada anak anak bila dalam aktivitas nya tidak terdapat nilai nilai yang membangun sikap dan perilaku. Maka, keluarga tidak dapat disebut KOMUNITAS bila tidak memiliki rutinitas berkualitas, Ritual dan Tradisi yang membuat anggota keluarga saling Menyayangi, saling mendukung dan saling terikat secara emosi. keluarga tidak dapat disebut KOMUNITAS bila anggota keluarga tidak mendapatkan RUTINITAS, RITUAL dan TRADISI berkualitas. Dampaknya bila keluarga tidak dapat menjadi sebuah Komunitas, maka anak-anak tidak akan bahagia dan tidak saling terikat. Dan diusia dewasa nya ia mengalami kegersangan jiwa akan kasih sayang. Ada tantangan bagi keluarga bila anak mulai remaja dan semua anggota keluarga punya kesibukan sehingga sulit menjalankan ritual makan bersama. Solusinya adalah membuat ritual makan Bersama mingguan yang dapat dihadiri oleh anggota keluarga. Di sana dibangun kebersamaan. Dan Pastikan jauhkan gadget hp ipad dari meja makan.

Kita bisa menilai diri kita hari ini apakah kita tumbuh di Komunitas yang Bernilai Tinggi dengan melihat perbandingan apakah sikap perilaku, kemampuan adaptasi, kemampuan memahami Perbedaan, kemampuan menghadapi dan menyelesaikan masalah sudah cocok dengan Casing diri kita, usia kita, atau masih tertinggal di usia dini.

Kisah seorang Ibu yang mencoba membangun ritual keluarga. Ibu Nisa adalah seorang wanita Karir yang bekerja Senin sampai Sabtu dimana anak anak nya libur pada hari Sabtu dan suaminya pun libur pada hari Sabtu. Ia kehilangan waktu bersama keluarga karena bekerja setengah hari di hari Sabtu. Maka ia membuat ritual setiap Sabtu jam 05.30 pergi berbelanja ke Pasar pagi dekat rumah bersama anak anak dan memasak bersama sekeluarga untuk sarapan sebelum ia ke kantor. Lalu saat sarapan disepakati tempat makan siang di restoran atau rumah makan dimana mereka akan bertemu sepulang Bu Nisa dari kantor. Ritual ini dapat membangun kebersamaan keluarga Bu Nisa bersama anak anak nya dan mempertahan kan serta menjaga keluarga mereka menjadi sebuah Komunitas.

Salah satu kemampuan penting yang harus dimiliki seseorang dalam membangun KOMUNITAS adalah EMPATI. Yaitu kemampuan untuk memahami dan berbagi perasaan orang lain. Anak tidak dapat Otomatis memiliki EMPATI tanpa diajarkan. Anak yang berlari dalam mesjid saat orang sedang sholat, atau melompat ke tanaman padi di sawah yang siap panen, adalah contoh anak yang belum memiliki empati. Apa yang akan terjadi jika kemampuan empati tidak berkembang sampai usia dewasa, ia akan menjadi seseorang yg bermasalah. EMPATI memiliki dua komponen yaitu: EMPATI EMOSIONAL dan EMPATI KOGNISI Empati Emosional adalah kemampuan untuk merasakan persis emosi seseorang Sedangkan Empati Kognisi kemampuan membayangkan secara akurat pengalaman orang lain. Saat kita menonton film sedih dan menangis lalu anak kita bertanya "Bunda sedih ya?". Itu berarti anak kita memiliki Empati Emosional. Kalau anak kita berlari saat berada dalam mesjid berarti ia belum memiliki Empati Kognisi. Kalau dalam acara pertemuan, saat makan siang ada antrian 30 orang namun orang diantrian ke 1-5 mengambil lauk makanan banyak banyak tanpa peduli yang dibelakang kebagian apa tidak, berarti orang tersebut tidak memiliki Empati Kognisi. Empati Emosional tumbuh lebih awal pada diri manusia. Dan Empati Kognisi berkembang kemudian setelah Cortex. (otak depan) berkembang. Orang dewasa yang tahapan perkembangan nya telah sesuai dengan usianya akan memiliki kemampuan Empati Emosional dan Empati Kognisi secara maksimal. Pertanyaan nya... Apakah anak anak kita telah memiliki kemampuan Empati? (Fauziah Fauzan El Muhammady)

You are here: Home News and Events BUILDING A VALUABLE COMMUNITY FOR CHILDREN