Dihidup ini pastilah banyak hal yang akan menantang kita. Semakin kita tumbuh menjadi lebih dewasa, semakin banyak hal baru yang harus kita coba.
Seperti halnya kita baru tamat SD dan masuk ke kelas yang lebih tinggi yaitu SMP. Pastilah banyak hal baru yang kita dapatkan. Seperti mengikuti lomba ini dan itu, atau jadi anggota OSIS yang harus bisa ini bisa itu. Banyak sekali tantangan dan hal yang baru yang kita dapatkan.
Sebelum mencoba, janganlah kita menyerah. Karena kita tidak akan tahu dan kita tidak akan berkembang jika kita tidak mencobanya. Jangan jadikan hal baru itu menjadi tantangan dan rintangan yang berat dan menyusahkan.
Bila sering melakukan hal baru yang bermanfaat, maka kita akan menjadi orang yang lebih banyak tahu dan berkembang. Dan juga kita memiliki banyak pengalaman olehnya. Jadi, selalu semangat, dan teruslah menjadi orang yang pantang menyerah dan selalu ingin mencoba hal baru yang bermanfaat, (Mutia Khairunnisa/SMP Diniyyah Puteri)
Indonesia adalah gudang karya dan kreatifitas. Begitu banyak orang-orang dengan ragam bakat yang berbeda. Beberapa sudah mendunia, sehingga namanya tidak asing lagi. Contohnya dalam bidang menyanyi. Bukankah sudah banyak orang yang mengenal penyanyi Indonesia di dunia ini?
Disamping banyaknya orang Indonesia yang dapat menggerakkan hati orang lain dengan suara merdunya saat menyanyi, gemulai gerakannya saat menari, atau menakjubkannya kemenangan atas pertandingan sepak bola yang dimiliki, masih ada bakat lain yang dapat menggetarkan hati manusia dan membuat mereka berpikir.
Siapa lagi kalau bukan orang-orang berbakat dengan guratan penanya di atas kertas? Orang yang dapat mengukir kesan baik di hati manusia dengan berbekal ilmu yang luas, menyerap begitu banyak informasi untuk kemudian menuangkannya ke dalam kertas untuk manusia-manusia lain.
Sayangnya, bakat penulis muda itu masih berjalan sendiri di atas bumi pertiwi ini. Beberapa di antaranya berada di pedalaman. Mereka sebenarnya berbakat, tapi kehidupannya tidak mencukupi sehingga bakatnya tidak bisa berkembang.
Mungkin ada baiknya jika kita membantu para penulis muda itu dengan media, sarana, dan informasi, bukan? Berikan mereka kesempatanuntuk terus berkarya. Dengan latihan, semuanya pasti akan berhasil tercapai. (Fathya Izzatunnisa/MTs DMP Diniyyah Puteri)
Mood adalah sesuatu yang dapat diartikan sebagai situsasi seseorang dalam suatu keadaan. Sering banget si mood ini menjadi pemegang kunci hari–hari si empunya. Mau jadi good day atau bad day, tergantung gimana si mood ini.
Tapi, seringkali orang menjadikan mood sebagai faktor perbuatannya. Contohnya begini, si ‘dia’ sensian banget hari ini. Disenggol dikit aja, mulai tampak tuh tanduknya. Nah, kebetulan kamu nggak sengaja senggol si ‘dia’ ini, alhasil si ‘dia’ malah marah- marah. Padahal, ya, cuma kesenggol aja kan? Besoknya, dia bilang ke kamu kalau dia lagi BM alias bad mood saat itu. Makanya dia marah- marah dan sensi banget.
Kesal? Pasti, iya. Nah, dari contoh sederhana di atas aja teman semua udah bisa buktikan bahwa si mood ini layaknya pengatur kehidupan kita. All in our life manage by mood, kira- kira begitu deh.
Terus gimana? Masa kita harus stuck sama mood yang always good sih? Kan, setiap orang punya mood. Gak mungkin kan mood bagus terus setiap hari?
Wait, slow down, guys. Bukan maksudnya kita semua harus good mood terus. Sama sekali bukan begitu. Pasti dong setiap orang punya mood yang berubah-ubah. Memang nggak mungkin mood setiap orang itu bagus aja sepanjang harinya. Dan, ya, nggak mungkin juga mood orang jelek setiap harinya, kan?
Jadi, gimana dong? Agar mood kita tetap stabil walaupun lagi bete banget atau senang banget, kita jangan lupa TAD. TAD? Apaan itu? TAD itu singkatan dari Think Again and Do. Maksudnya, sebelum kita melakukan sesuatu kita harus berpikir terlebih dahulu baru melakukan. Bukan asal ngomong aja, bukan asal perbuat aja baru dipikirin setelah dikatakan atau dilakukan.
Next, selalu kontrol emosi sebaik mungkin. Misalnya, saat lagi bad mood, sebisa mungkin diam aja. Nggak usah dilampiaskan ke semua orang, marah- marah, akhirnya, malah semua orang jadi bete deh sama kamu. Terus kalau lagi good mood, nggak usah juga terlalu berlebihan. Terlalu happy juga nggak bagus, loh.
Nah, sekarang udah pada tahu semua kan kalau seharusnya yang mengatur hidup kita ini ya, kita. Bukan malah si mood yang mengatur. Next time, semoga kita menjadi manusia yang tentunya lebih baik lagi dari pada hari ini. Pandai-pandailah mengatur mood dan perasaan sesuai pada tempat dan porsinya. (Tazkia Noor El Houda/MAS KMI Diniyyah Puteri)
Nagari Pandai Sikek adalah tempat bercengkramanya pengrajin songket. Jangan heran ketika kita mengunjungi Pandai Sikek, terlihat palanta (alat untuk menenun songket) ada di rumah-rumah kecil penduduknya. Adalah suatu upaya menjaga kelestarian budaya, ketika ibu-ibu di sana yang memiliki anak gadis mengajarkan bagaimana cara menenun. Buktinya teman-temanku pada bisa bertenun, walau hanya sebahagian saja.
Seharusnya, beginilah kita dalam menghadapi pesatnya pertumbuhan teknologi zaman sekarang ini. Sangat sedih sekali ketika kita berpikiran “apolah tu batanun, karajo inyiak inyiak mah!” Jangan salah ya, malahan merekalah yang patut diberikan penghargaan yang besar karena mereka mau melestarikan budaya tenunan songket. Itulah salah satu bentuk cinta negerinya orang Pandai Sikek. Karena di saat semua orang sibuk di depan layar komputer dan tenggelam di dunia maya yang tak jelas keberadaannya, mereka sibuk dengan hitungan-hitungan motif berseni tinggi diiringi irama khas lapak palantanya. Sangat jauh berbeda ketika kita bandingkan dengan penggila dunia maya, seorang penenun dituntut untuk lebih teliti karena harus peka dengan keadaaan benang tenunan mereka.
Bayangkan saja, saat benang yang susunannya rumit tapi rapi itu putus, butuh mata yang sangatlah jeli untuk menyambungkannya kembali. Itulah makna filosopi dari tenun, semakin tinggi tingkat kemahiran mereka semakin tinggi pula tingkat kejelian matanya. Masih banyak lagi filosopi yang tersembunyi di balik seorang penenun songket.
Dalam masa liburan, aku pun belajar bagaimana cara menenun. Ibuku sedang di atas palanta tenun ketika aku merengek minta di ajari bagaimana cara menenun. Aku merasa sedikit berbeda dengan teman-temanku yang dengan mudahnya menenun. Dan mereka pun bisa menyelesaikan tenunan dalam waktu yang sangat cepat. Dua minggu saja sudah selesai. Iri memang, ketika aku berkunjung ke rumah mereka dan mendapati mereka sedang bernostalgia dengan bunyi lapak kain songket.
Ketika aku bertanya kepada teman-temanku yang sudah bisa bertenun, “Susah nggak bertenun itu?” Mereka menjawab, “Nggak susah kok. Kalau udah bisa, bikin ketagihan!”. Sebenarnya, itulah cikal bakal semangatku dan awal keberanianku untuk meminta diajarkan oleh ibu bagaimana cara menenun. Namun, saat kulihat beberapa contoh kopian motif punya ibu, aduh… pusing melihatnya. Ibu hanya tersenyum melihat ekspesi pasrahku. Sebenarnya aku sedikit ragu akan mencobanya. Tapi, akhirnya aku duduk di palanta tenun ibu dan sedikit mempelajari tentang susunan benang. Ternyata susunan benang tenun itu dibagi dua, ada yang di atas dan ada yang di bawah. Lalu, kenapa harus dibagi dua? Karena pertama-tama untuk membentuk motif, kita akan “mancukie”. Mancukie itu bahasa Minang, kalau bahasa Indonesianya mencongkel tapi dari artian lain ya. Maksud mancukie dalam kegiatannya yaitu sebuah alat (pancukie) yang dipakai untuk mengatur benang sesuai aturan motif yang kita pakai. Pekerjaannya seperti menyulam, tapi, menyulam di antara ribuan helai benang. Nah, yang disinilah akan terbentuk motif yang kita contohkan tadi. Mudah memang, asal mau mempelajarinya.
Dari contoh inilah, saya mengajak sobat semua untuk mencintai Indonesia dengan melestarikan budaya. Ada jutaan pesona Indonesia yang rata-rata masih terpendam dan belum terekspos di media massa. Sebagai seorang pelajar, hendaknya kita memulai membangkitkan bakat-bakat besar yang Indonesia punya seperti yang terjadi sekarang ini! Nyadarnya kalau budaya kita udah diambil sama negeri lain. Kan bisa gawat ceritanya. (Nadia Salami/MA KMI Diniyyah Puteri)
"Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan" (QS: Al-Insyiroh: 6).Kita sering mendengar ungkapan orang tua kita terdahulu, bahwa di balik sebuah kesusahan pasti ada hikmahnya. Sebagaian manusia mungkin bisa menerima ungkapan di atas. Tapi kebanyakan manusia lainnya sangat sulit untuk menerima kenyataan akan bencana itu sendiri.
Masih ingat dengan semburan lumpur panas yang terjadi timur pulau Jawa tahun 2007 silam? Semburan lumpur adalah bencana besar bagi masyarakat Sidoarjo yang menenggelamkan rumah dan harta benda yang mereka miliki. Semua ludes ditenggelamkan lumpur panas tersebut. Sehingga mereka terpaksa mengungsi ke posko-posko darurat yang disediakan pemerintah setempat.
Di samping itu, kerugian tersebut malah membawa berkah bagi para korban lumpur tersebut. PT. Minarak Lapindo Jaya perusahaan penambangan yang menyebabkan samburan lumpur tersebut mulai mengganti kerugian para korban lumpur. Bahkan akhirnya dari ganti rugi itu bisa merubah perekonomian mereka menjadi lebih baik. Bisa dibayangkan, harga rumah dan tanah milik korban lumpur sebelum lumpur itu terjadi harganya masih relatif normal, tidak membumbung tinggi seperti nilai ganti ruginya yang bisa mencapai hampir lima kali lipat harga normal. Ini jelas menguntungkan para korban. Di sisi lain semburan lumpur panas itu kini juga menjadi tempat wisata yang sudah pasti membuka peluang bisnis bagi perekonomian masyarakat di kawasan lumpur tersebut.
Tidak jauh-jauh pula, lihat saja danau Maninjau sekarang. Danau nan indah itu adalah hasil dari letusan gunung merapi pada zaman dahulu, yang kini juga menjadi salah satu icon wisata utama di Sumatera Barat.
Beberapa contoh di atas adalah wujud Keadilan Sang Khaliq yang Maha Pencipta. Dengan bencana tersebut manusia belajar melatih kesabaran, ketabahan, dan mengambil hikmah dari bencana-bencana yang Tuhan turunkan. Tapi terkadang memang fitrahnya manusia yang sering lupa akan berkah di balik sebuah kesusahan. Dan sering terbelenggu oleh masalah-masalah yang sulit. Jangankan bencana besar, permasalahan kecil saja masih sering dibesar-besarkan sehingga menimbulkan pemusuhan.
Perlu kita sadari bahwa Tuhan mendatangkan bencana, untuk melihat sikap kita, apakah kita masih bisa melihat dan meraih hikmah dari masalah yang datang? atau justru kita yang ditenggelamkan oleh masalah-masalah tersebut?
Oleh karena itu, kita harus ketahui bahwa bencana maupun musibah bukanlah suatu ancaman kehidupan, tetapi adalah sebuah keberkahan kalau kita pandai mengambil hikmah di balik bencana atau musibah tersebut. Seberat dan sepilu apapun musibah itu, cukuplah kita renungkan apa penyebabnya, serta berserah diri kepada Allah, dan tetap menggali potensi diri untuk kehidupan yang lebih baik. Ingat, "Di dalam setiap kesulitan selalu ada kemudahan yang menyertainya" (Belia Afifah/MA KMI Diniyyah Puteri-Dinteen)