Hy, Ri! Apa kabar? Lama ni gak curhat. Karena udah lama, aku mau curhat sekarang nie. Boleh gak? Curhatanku ini masalah teman-teman di asrama.
Aku punya teman, sifatnya kurang baik. Jika ada maunya, dia itu dekat banget sama aku. Jika enggak ada maunya, pasti dia musuhi aku. Memang sich dia itu terkenal di kalangan siswa yang lain, tapi kan gak semena mena juga sama aku. Pernah waktu aku lagi ngerjain tugas di asrama, dia datang padaku, aku sangka dia mau ngapain, ternyata dia minta dikawani ke asrama temannya yang lain, dan jika aku gak mau, pasti mulutnya itu ngerutu aja.
Ri, dia itu dekat ma aku cuma mau minta makananku aja. Pernah waktu itu aku dikunjungi sama orang tua. So, otomatis orang tuaku bawa makanan. Jika makananku sudah habis, pasti dia langsung lari ke teman yang lain. Aku udah kapok deh…
Kadang aku berpikir, jika seseorang cuma mau berteman hanya untuk mendapatkan apa yang dia mau, lebih baik gak usah aja teman ama dia. Dan daripada teman ma orang kayak gitu, aku lebih baik main sama teman yang lain.
Nah, jadi gitu ceritaku, ri. Memang sich, kita harus berteman dengan siapa aja. Tapi lebih baik berteman dengan orang yang memang mau berteman sama kita, bukan yang kerjanya pilih-pilih teman. Lagian orang yang suka piltem (pilih teman) itu jarang kok banyak temannya. Jadi aku bertekad gak mau jadi orang yang pilih teman. Ntar takutnya teman aku gak ada lagi. Nah, sampai itu dulu ya, ri, curhatan aku. See you, ri. (Alifia/MTs DMP Diniyyah Puteri)
Pendidikan merupakan sesuatu yang amat penting. Jika dulu pendidikan hanya dibatasi pada kaum pria, namun sekarang wanita juga sudah dibebaskan untuk mengikuti jejak itu. Bahkan sering kita lihat di dunia pendidikan, banyak terlihat kaum wanita yang sangat antusias demi memiliki beragam ilmu. Hal ini juga didorong oleh rasa keinginan yang kuat untuk meniti kehidupan yang baik di masa depan.
Di masa penjajahan, pendidikan tidak hanya dibatasi pada kaum pria, tetapi juga dibatasi pada kaum bangsawan. Anak-anak kaum priyayi pada masa itu diberi kesempatan untuk menempuh pendidikan yang didirikan Belanda, sedangan anak-anak pribumi dan rakyat jelata tidak sama sekali. Mereka hanya berdiam diri di rumah dan sekali-kali membantu orangtua di sawah, dapur, ladang, dan lainnya. Sungguh miris bukan? Bersyukurlah kita tidak dilahirkan pada zaman itu.
Tapi, jangan hanya bersyukur, sobat. Alangkah baiknya jika kita tahu siapa yang telah membuat kita bebas saat ini dari ancaman mengenyam pendidikan. Tokoh yang namanya sampai sekarang terkenal dari Sabang hingga Merauke itu adalah Ki Hajar Dewantara. Bagaimana tidak dikenang, semboyan ciptaannya yang bertuliskan “Tut Wuri Handayani”, dijadikan slogan Kementrian Pendidikan Nasional Indonesia. Sehingga tak ada pelajar Indonesia yang tak kenal akan kata-kata mutiara itu. Pria asli keluarga Keraton Yogyakarta yang lahir pada tanggal 2 Mei 1889 ini dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional ke-2 oleh Presiden 1 RI, Ir. Soekarno pada 28 November 1959. Tanggal kelahiran beliau diperingati sebagai hari pendidikan nasional. Beliau yang bernama asli Raden Mas Soewardi Soeryaningrat tersebut rela melepaskan gelar kerajaan dari namanya itu dengan maksud agar dapat bebas dekat dengan rakyat, baik secara fisik maupun hatinya. Waw, Subhanallah ya.
Sebagian hidup Ki Hajar Dewantara digunakan untuk bekerja keras dalam dunia kewartawanan dan menulis di berbagai surat kabar. Pada tahun 1918, beliau mulai mencurahkan perhatian bagi bangsa Indonesia di bidang pendidikan sebagai bagian dari alat perjuangan meraih kemerdekaan. Saat itulah tulisan-tulisan beliau yang sebelumnya bernuansa politik beralih ke bidang pendidikan dan kebudayaan berwawasan kebangsaan. Pada 3 Juli 1922 ia membangun sebuah sekolah bernama Perguruan Nasional Taman Siswa. Perguruan ini sangat menekankan para peserta didik agar mereka mencintai bangsa dan tanah air dan berjuang untuk memperoleh kemerdekaan.
Keren kan sekilas dari biografi singkat Ki Hajar Dewantara? Alangkah mulianya hidup beliau, berjuang demi masa depan yang cerah bagi para generasi penerus bangsa ini. Sehingga kita semua yang mengenyam pendidikan saat ini dapat bersekolah dengan baik tanpa adanya pihak asing yang mengganggu. Lihat, betapa sulitnya di 20 tahun yang akan datang bagi kita untuk mencari pekerjaan. Dimana-mana takkan berlaku lagi ijazah SMA, melainkan seminimal-minimalnya ijazah S1 dengan skill dan kemampuannya masing-masing. Akan tetapi, ijazah-ijazah yang berharga itu tidak berarti jika didapatkan melalui berbagai penipuan, penyogokan, mencontek, dan hal-hal haram lainnya yang dihalal-halalkan. Namun hendaklah dengan usaha yang keras, jujur, dan berkualitas.
Sobat, sekolah atau apapun bentuknya adalah tempat mendapatkan ilmu. Itu bukanlah tempat sebagai ajang bermodis-modisan atau bergaya-gayaan, berhura-hura, dan bersenang-senang tak karuan. Tapi tempat untuk kita menimba ilmu, berjuang memperoleh yang terbaik secara murni, dengan tetap menjaga kerendahan hati. Ketahuilah bahwa dunia semakin maju. Maka marilah kita rajin-rajin belajar. Alangkah nikmatnya bersekolah itu bukan? Belajar bersama dengan teman-teman, mendapat ilmu, bersosialisasi, dan waktu senantiasa bermanfaat.
Maka, dengan memperingati hari Pendidikan Nasional, kenanglah ia sebagai hari yang telah mengumpulkan semangat belajar kita bertahun-tahun lamanya. Sampai jumpa di masa depan yang cerah bagi generasi kita. Semoga Indonesia mampu menjadi negara maju, bukan lagi berkembang. Bersatu dan optimis! (Amimma Nurti Lusdiana/MA KMI Diniyyah Puteri)
Hai sobat SMS! Pada tau gak maksud dari judul di atas? Kelemahanku, keuntunganmu. Kira-kira apa ya maksudnya? Mau tau gak? Gini nih, maksudnya apa yang kita anggap adalah kekurangan kita, ternyata itulah keuntungan yang bisa yang digunakan oleh banyak pihak. Aduh, pasti para sobat jadi bingung deh. Kok bisa sih kekurangan kita yang menjengkelkan orang banyak, ternyata diolah jadi sesuatu yang dibutuhkan oleh mereka. Penasaran kan? Makanya, baca artikel yang semoga bermanfaat bagi sobat ini!
Pasti kadang kita sering jengkel sama orang yang peribut, egois, plus nyolot. Iya kan? Banyak pemikiran bahwa tipe orang seperti itu wajib dibenci, padahal siapa tau ternyata pemikiran itu dijuruskan kepada kita? Hayoo, siapa yang mau digituin? Makanya kita harus berperilaku baik terlebih dahulu kepada orang lain, jika ingin diberlakukan baik. Langkah awalnya, berfikir positiflah kepada orang lain. Misalnya abis dimarahin sama guru yang super killer, padahal kita gak ada ngapain-ngapain. Ya udah, maklumin aja dengan cara anggap guru itu lagi sensi atau salah paham. Jangan ngomel-ngomel gak jelas apalagi sampe nyebarin fitnah yang aneh-aneh. Dan memaafkannya dengan lapang dada, oke? Kita gak boleh seenaknya nge-judge kejelekan orang. Karena gak selamanya pendapat ketidaksukaan kita terhadap orang yang di-judge itu selalu benar. Kita juga harus sering intropeksi diri kalau kepingin ngenilai orang. Mari kita intropeksi diri kita!
Ada yang langsung nge-drop kalau sekali dikritik, malahan sampai benci sama orang yang abis ngritik dia. Jangan kayak gitu dong! Keep spirit! Jadiin semua kritikan mereka jadi energi buat bangkit. Misalnya kata mereka kita egois, pikiran positif aja kali! Kata siapa egois itu semata-mata merugikan? Egois itu diperlukan, malahan tanpa egois kita gak bisa bertahan hidup lho! Masa seumur hidup kita ngalah terus? Di beberapa kisah ternyata orang egois itu adalah calon-calon orang sukses di masa depan. Tapi, asal egois itu dipakai di tempat dan waktu yang tepat. Ada lagi yang bilang kita jail plus peribut, bisanya cuma buat orang kesel karena kebisingan dan kejahilan kita. Jangan mendadak pendiam dan ngambek gak karuan. Kita boleh aja jadi orang jail en ribut yang menandakan ciri khas kita, tapi sifat itu digunakan di situasi yang membutuhkannya. Jangan ketika orang lagi panik setengah mati, kita jailin. Boleh sifat kita itu keluar kalau misalnya lagi suasana suntuk plus bete, kita hibur orang lain dengan persediaan ocehan plus lelucon kita.
Intinya, jangan minder sama kekurangan atau sifat buruk kita. Karena gak seharusnya semua sifat buruk kita merugikan orang. Itu makanya bersyukur sama apa yang udah Tuhan anugerahkan sama kita. Dan bukan berarti, semua sifat buruk kita itu bermanfaat kalau sering kita menggunakannya tanpa berusaha untuk mengubahnya. Maksud penjelasan dari tadi itu, sifat buruk itu bisa dijadiin ajang untuk membahagiakan orang kalau misalnya digunakan untuk niat yang baik dan ditempatkan di waktu, suasana, dan tempat yang tepat. Jadi, berusahalah menjadi pribadi yang baik, dan minimalisirkanlah sifat buruk kita. Bye! (Nadhira Asiyah Arrin/SMP Diniyyah Puteri)
Sobat, pernahkah kamu berpikir untuk menghargai diri sendiri? Sebab, selama ini kita sering menghargai orang lain, tapi jarang sekali berpikir untuk menghargai diri sendiri. Ternyata, sebenarnya menghargai diri sendiri itu sangat penting lho. Sebagian besar orang sukses itu mempunyai waktu untuk menghargai dirinya sendiri.
Menyediakan waktu untuk diri sendiri akan membuat pikiran segar kembali. Bahkan, menyediakan lima menit hanya untuk menutup mata dan memfokuskan pikiran dapat membantu kita merasa lebih baik. Namun, akan lebih baik bila bisa menyediakan waktu yang lebih banyak untuk memfokuskan pikiran pada diri sendiri.
Pertama, lakukanlah sesuatu yang baik untuk tubuh. Selama ini kita mudah mengabaikan kesakitan yang dirasakan tubuh dan lupa untuk mengurus diri sendiri. Cobalah berendam di air panas yang dicampur garam. Bisa juga cobalah berdiri dan lakukan peregangan.
Kedua, buat diri sendiri merasa nyaman. Misalnya dengan menelepon teman atau minum teh hangat, tidur dengan bantal dan selimut yang nyaman, menulis buku harian, makan sesuatu yang disukai, mencium bau minyak aromaterapi seperti vanila, lavender, dan lain-lain.
Ketiga, pergi ke dunia lain. Caranya adalah dengan membaca buku, menonton film, atau biarkan pikiran mengalir ke mana pun ia pergi.
Keempat, melakukan sesuatu yang konyol. Ini akan membawa keluar jiwa kanak-kanak yang ada dalam kepribadian kita dan memberi perasaan bahagia. Misalnya bermain busa sabun, membuat kue, mengamati awan dan mereka-reka bentuknya.
Kelima, jalan-jalan di tengah alam terbuka. Kadang kita lupa memperhatikan dunia yang terbentang di sekitar. Mengamati alam akan membuat kita merasa lebih enak dan kalem. Berjalanlah di taman. Amati dan pandanglah pohon, rumput, langit, kemudian bernapaslah.
Lakukanlah hal-hal itu untuk menghaigai diri sendiri, atau untuk merilekskan pikiran kita. Selamat mencoba, mudah-mudahan bermanfaat. (Annisa Amalia/MA KMI Diniyyah Puteri)
Untuk menjadi sukses, kita membutuhkan kekonsistenan, baik dalam hal kecil maupun hal yang besar. Melatihnya pun tentu tidak hal yang mudah. Walaupun kita telah menanamkan niat yang suci sejak awal, tetapi di tengah jalan, kita akan mendapatkan goncangan kecil yang mampu membuyarkan niat suci tersebut. Maka dari itu, orang yang konsisten ialah orang yang teguh pendirian untuk dapat melawan hal-hal yang menganggunya di kemudian hari.
Hal pertama yang perlu kita lakukan adalah membulatkan tekad serta berjanji pada diri sendiri agar tetap komitmen. Semua itu dilakukan secara terus-menerus dan tetap bertahan dengan faktor eksternal yang dijumpai. Hal ini tentu suatu yang tidak sulit dipraktekkan. Tapi untuk ditanamkan secara permanen dalam diri, perlu dilakukan secara perlahan dengan sabar untuk mendapatkan hal yang maksimal.
Hal kedua, tujuan yang jelas dan spesifik. Kita sudah memahami betul apa tujuan kita melakukan tahap-tahap untuk mendapatkannya. Dengan berkhayal ria serta bermimpi dan merancang juga bisa. Tapi bukan berarti hanya berkhayal serta bermimpi saja, pastinya harus berani meniti perlahan untuk mendapatkan khayalan tersebut. Kesuksesan tanpa tujuan yang jelas sama dengan hal yang tidak mungkin, walaupun telah berusaha sekuat tenaga.
Terakhir, berdoalah dalam melaksanakannya. Tanpa bantuan Tuhan, konsisten belum tentu kita raih dengan mudah. Usaha mendapatkannya tidak bisa dilakukan dengan instan saja. Kekhawatiran serta takut gagal juga mempengaruhi sifat konsisten tersebut, sehingga kita terpengaruh dan mengotori niat yang sudah dirancang. Sedangkan kemalasan menyebabkan kita jauh dari tujuan, walaupun niat suci tetap seperti itu. Hindari hal ini, sehingga akhirnya konsisten dapat kita miliki.
Contohnya saja, jika kita seorang reporter atau wartawan dalam media cetak. Dalam hal ini diperlukan konsisten pada waktu. Jika deadlinenya telat 5 menit saja, berita hangat itu akan menjadi dingin dan basi. Begitulah pentingnya konsisten, apalagi dalam pekerjaan.
Tak hanya pekerjaan saja, dalam pendidikan juga sangat diperlukan. Contohnya, jika kita tidak konsisten membuat PR. Maka, kita akan ditegur oleh guru. Atau, kalau belajar hanya saat ujian saja, sementara waktu-waktu sebelumnya disia-siakan untuk hal yang tak bermanfaat. Lalu, nanti akhirnya akan menyesal mengapa tak konsisten belajar terus menerus, bukan saat ingin ujian saja.
Oleh sebab itu, tak sedikit masalah datang karena hilangnya kata konsisten. Sebagai manusia, wajar saja kita memiliki kelemahan dan kekurangan. Yang tidak wajar adalah ketika kelemahan dan kekurangan justru menjadi alasan dalam pembenaran terhadap tindakan tidak konsisten. Semoga saja konsisten itu dapat menjadi sikap kepribadian kita yang utuh. (Nisa’ul Afifah/MA KMI Diniyyah Puteri)