Padang Panjang- Kamis (17/9/2015). 180 santri dan siswa siswi Diniyyah Puteri Padang Panjang, mengikuti latihan pasukan baris-baris (PBB). Anggota drumband Diniyyah yang terdiri dari M.I Rahmah El Yunusiyyah, SMP, DMP dan MA. KMI Diniyyah Puteri, dilatih oleh 8 pelatih militer Secata Padang Panjang.
“Background drumband Diniyyah adalah drumband militer, makanya PPB pasukan drumband benar-benar diperhatikan. Apalagi antara gerakan tangan dan kaki harus singkron saat memainkan drumband. Satu hal lagi, latihan dengan secata ini permintaan langsung dari pimpinan Diniyyah Puteri” terang Melia Febrianti S.E. I selaku Pembina Drumband Diniyyah Puteri, saat ditemui menghendle personil drumband.
Selain itu Melia Febrianti juga menegaskan “Latihan PBB yang berlangsung dua hari itu difokuskan melatih kerapian barisan. Pada hari kedua latihan PBB langsung dengan membawa alat drumband. Drumband ini dipersiapkan untuk pawai milad Perguruan Diniyyah Puteri yang ke 91.
Disela-sela istirahat, mayoret Diniyyah Puteri mengungkapkan rasa bangganya “Senang rasanya dapat pelatihan PBB, apalagi langsung dari secata Padang Panjang. Tadi terlihat barisan teman-teman yang lain sudah mulai rapi. Semoga latihan kedisplinan yang sudah didapatkan tadi dapat terus dipraktekkan, khususnya dalam drumband ini” tutur Varisa Permata Reski, santri kelas XII IPA 2.
“ Saya merasa beruntung bisa mengikuti latihan PBB kali ini. Saya mendapatkan tips bagaimana posisi sikap sempurna yang baik, pernapasan yang baik, sehingga bisa tahan berdiri dalam waktu berjam-jam. Itulah salah satu nilai plus saya latihan pada hari ini ” pungkas Aisyah Puteri Ireta, kelas XII IPA 2 pembawa Tenor dalam pasukan drumband M.A KMI Diniyyah Puteri.
“Semoga personil drumband yang sudah mengikuti latihan, bisa melaksanakan materi-materi yang sudah diajarkan tadi dengan baik dan benar. PBB ini juga bisa meningkatkan kedisiplinan dalam berbaris, kecerdasan, ketanggapan dan tanggung jawab” Tegas Williyan S.H, Pembantu Letnan Dua sebagai pelatih PBB personil drumband.
Lelen Sartika Woyla, Diniyyah News Reporter
Padang Panjang- Jumat (11/9/15) sebanyak 12 orang repoter Diniyyah News Teen (Dinteen), mengikuti training jurnalistik di ruang hijau perguruan Diniyyah Puteri. Lenggogeni, redaktur Singgalang Minggu Harian Umum Singgalang tampil sebagai pemateri dalam acara yang baru pertama kali diadakan oleh Diniyyah Research Centre (DRC) ini.
“Senang bisa menghadirkan wartawan perempuan untuk memberikan training jurnalistik ini. Dari pelatihan ini diharapkan bisa memotivasi santri dalam menulis. Semoga para reporter lebih bersemangat untuk menekuni dunia jurnalistik, karena ilmu dunia jurnalis itu juga berguna untuk menulis cerpen, puisi, dan novel. Selain itu kedepannya diharapkan santri Diniyyah Puteri bisa melahirkan karya-karya hebat di pentas dunia,” terang Riki Eka Putra sebagai koordinator publikasi DRC.
Sementara itu, Lenggogeni merasa amat terkesan kepada peserta training. “Bahagia rasanya bisa memberikan training jurnalistik untuk repoter Dinteen, karena pesertanya begitu antusias dan aktif bertanya. Semoga terus semangat dalam meningkatkan karyanya dalam dunia tulis menulis,” tuturnya saat diwawancarai selepas memberikan pelatihan.
“Pastinya bangga bisa menjadi salah satu peserta. Banyak hal yang didapat. Semoga dengan adanya pelatihan ini, saya semakin terpacu untuk terus membuat karya baru. Semoga saya bisa membuat berita yang baik sesuai standar berita yang sudah dipelajari dalam training. Kedepannya saya berharap adalagi pelatihan menulis dari wartawan yang lainnya, sehingga ilmu saya semakin bertambah,” ungkap Jummiati Oktariana, salah satu peserta training.(Lelen Sartika Woyla, Diniyyah News Reporter)
Mengikuti jambore dunia yang diadakan 4 tahun sekali mungkin adalah pengalaman yang hanya bisa dirasakan satu kali seumur hidup. Dan tanpa disangka, sayapun sempat mencicipi bahkan menyusuri jalannya kegiatan yang diikuti oleh kurang lebih 150 negara tersebut. Mengalami berbagai kejadian yang tak pernah terpikirkan, menyadarkan bahwa tak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Sama seperti pemikiran bahwa menutup aurat secara benar akan mendatangkan kesusahan dan mempersulit untuk mengikuti berbagai kegiatan yang bisa dilakukan oleh orang-orang pada umumnya. Ternyata kami, 7 orang santri Dinyyah Puteri peserta World Scout Jambore 2015 dapat mematahkan anggapan tersebut. Dengan tetap memakai baju yang syar’i, kami tetap bisa mengikuti kegiatan yang diselenggarakan tanpa mengalami halangan yang berarti akibat prinsip yang kami tangguhkan. Ketika sedang berbicara dengan kenalan saya yang berasal dari tempat yang kurang familiar dengan jilbab yang saya kenakan, tak jarang mereka terheran. Bahkan pernah ketika saya sedang menukar batch, (semacam lambang kontingen negara yang biasanya ditukar untuk menjadi koleksi) dengan gadis yang berasal dari Greece, Eropa, ia bertanya, “Anda tidak merasa panas dengan baju yang anda kenakan saat ini? Tapi saya tahu itu adalah kewajiban untuk anda memakainya.” Dengan percaya diri saya menjawab, “Tidak, justru saya merasa nyaman. Karena dengan baju ini saya bisa terhidar dari sinar matahari yang menusuk dan itu memang kewajiban saya untuk mengenakannya.”
Setelah dialog tersebut, sebenarnya saya sedikit tersentak karena orang tersebut dengan berani bertanya tanpa melecehkan. Disitulah saya merasakan toleransi yang benar-benar teraplikasikan disana, sejalan dengan slogan jambore yang berbunyi “WA, spirit of unity”. Jadi, meskipun sekitar 30.000 peserta yang mengikuti kegiatan ini berasal dari berbagai negara, agama, dan tradisi, namun mereka tetap menghormati dan memperlakukan satu sama lain secara sama.
Disitulah baru terasa bahwa nilai kepramukaan telah banyak terjalankan dalam acara ini. Tidak hanya nilai toleransi yang sangat dijunjung tinggi, namun pelajaran bagi diri sendiri sangatlah berlimpah. Kedisiplinan, mengingat kegiatan diselenggarakan di Jepang yang merupakan negara yang cukup disiplin dalam menjalankan kehidupan mereka. Acara yang selalu mulai sesuai dengan jadwal yang terjadwalkan sehingga rangkaian acara lainnya juga bisa berjalan dengan lancar pula, budaya antri yang selalu terpraktekkan hingga sampah yang selalu dibuang secara baik dan pada tempatnya. Kemandirian juga sangat dibutuhkan untuk bertahan hidup di tenda dari tanggal 28 Juli sampai 7 Agustus 2015 dengan kondisi suhu yang sangat berbeda dengan Indonesia, yakni hingga mencapai 40 derajat celcius yang membuat kami harus ekstra beradaptasi dan menjalaninya tanpa mengeluh. Panasnya siang yang membuat tubuh kami harus rela terbakar hingga mengeluarkan bulir keringat sebesar biji jagung dan pendeknya malam yang membuat kami harus siap untuk meminimalkan jam tidur dan berusaha mengefektifkannya.
Keramahtamahanpun sangat terasa disana, semua saling menolong yang lain tanpa mempermasalahkan siapa yang ditolong. Ketika saya mendapatkan tugas piket bergilir untuk mengambil air, saya menggunakan kereta beroda untuk mengangkutnya. Tetapi karena jalan menuju kemah penuh batu dan tidak rata, sehingga saya kesusahan membawa kereta tersebut. Tanpa memintai tolong orang lain, justru kebanyakanmenawarkan bantuan dengan sopannya. Kelompok saya juga pernah sedang berusaha membangun tenda makan, tapi karena badan kami tidak ada yang mampu mencapai ujung tenda tersebut, akhirnya kami mengalami sedikit kesusahan ketika membangun tenda tersebut. Unit leader tetangga kami, kontingen Denmark, langung lari tergesa-gesa dan segera menawarkan bantuan kepada kami, dengan senang hati kami menerimanya. Selesai itu, ia justru mengatakan jika membutuhkan sesuatu, datang saja ke tenda kontingennya dan ia akan menolong dengan suka hati. Tidak hanya terjadi sesekali, tapi setiap saya merasakan kesusahan, saya merasa pasi ada saja yang menolong saya melalui cara yang tak terduga.
Kesabaran pun sangat diuji di sana, apalagi ketika saya mengalami berbagai kendala tak terduga bahkan tak diinginkan. Tapi berkat kerja keras untuk selalu menghadapinya, akhirnya bisa kembai ke tanah air dengan selamat. Banyak hal yang saya kira pasti takkan mungkin terjadi, justru hal tersebutlah yang menjadi penolong untuk saya. Bahkan sesuatu yang kita tidak sukai sekalipun, itulah yang menjadi satu-satunya jalan keluar untuk saat itu.
Tentu takkan cukup menceritakan seluruh rangkaian kisah kami selama mengalami pengalaman yang luar biasa ini. Mengenal sebagian dari 465 peserta yang berasal dari Indonesia dan tidak sedikit kami berkenalan dengan teman sebaya yang berasal dari belahan dunia yang berbeda. Perjalanan ini memberikan banyak pelajaran untuk banyak orang. Sedikit banyaknya, pasti akan berpengaruh untuk kehidupan orang-orang yang mengikutinya. Bagi mereka yang menggunakan kesempatan ini sebaik-baiknya, dan mengikuti semuanya sesuai prosedur yang ada, tentu dia akan mendapatkankan dampak yang memang setimpal ia dapatkan. Lain hal bagi mereka yang mempunyai tujuan yang keliru untuk mengikuti kegiatan ini, dan akhirnya melakukan hal yang melenceng bahkan yang sebenarnya tidak boleh dilakukan baik menurut segi peraturan maupun moral.
Kegiatan ini memberikan kesan yang istimewa bagi saya pribadi. Lewat acara ini, Tuhan telah membuka mata hati saya bahwasanya dunia ini amatlah luas, masih banyak yang harus dipelajari dan diraih. Tuhan meciptakan dunia dengan bentangan alamnya nan elok dan makhluknya yang menakjubkan. Melihat Jepang, seakan saya melihat bahwa itulah sebenarnya buah dari kedamaian dan keteraturan. Kita Indonesia pun masih punya peluang untuk mengikutinya selama masih ada usaha yang maksimal dari diri kita sendiri.
Tuhan memperlihatkan kuasanya lewat beragam jenis manusia karya-Nya berkumpul di suatu tempat agar kita dapat memerhatikan keagungan-Nya melalui kepandaiannya menciptakan manusia yang berbagai macam bentuk dan rupa serta lukisan alam yang tak tertandingi. Semoga catatan perjalanan saya ini berguna bagi siapa pun yang membacanya. Dan harapan saya, semoga bacaan yang saya buat ini bukan hanya menjadi sekedar bacaan yang lewat sekilas lalu terlupakan. Semoga bisa menjadi gambaran yang dapat menggerakkan siapapun pembacanya untuk bergerak ke arah yang lebih baik. (Nadhira Asiyah Arrin, Resmamita, & Annisa Maulidia Alfian/MA KMI Diniyyah Puteri Padang Panjang)
Padang Panjang- Sabtu (5/8/15), dalam rangka memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat serta mengantisipasi kenakalan remaja, Perwira Polres Padang Panjang melaksanakan tugas sebagai pembina upacara di sekolah-sekolah wilayah hukum polres Padang Panjang. Salah satunya Perguruan Diniyyah Puteri Padang Panjang turut mendapat bagian.
Disampaikan oleh pembina upacara saat memberikan amanat dari kapolres Padang Panjang tentang mengantisipasi kenakalan remaja yang berkembang saat ini. Diantaranya, tentang keamanan ketertiban dan kelancaran berlalu lintas. Faktanya banyak remaja yang tidak melengkapi persyaratan sebagai pengendara. Selanjutnya tidak sedikit remaja yang terjebak dalam permasalahan kenakalan remaja dan sosial, bahkan menjadi korban penculikan, perbuatan asusila akibat seringnya menggunakan dunia maya seperti facebook, membuka situ porno di internet, pemutaran video porno di VCD dan bahkan menyimpan gambar-gambar porno di HP. Begitu juga dengan penyalahgunaan narkoba yang sungguh memprihatinkan, terbukti dari kasus rata-rata yang menjadi pelaku usia 13 s/d 25 tahun.
Sementara itu kepala Departemen Pendidikan Diniyyah Puteri menegaskan “Sangat diharapkan kepada anak-anak apa yang sudah didapatkan di sekolah ini, bisa jalankan. Seperti, yang sudah ada dalam tiga karakter santri yaitu ahli ibadah, berakhlakul karimah, kuat dan tegar sebagai mujahid Allah serta cerdas sebagai khalifah. Kalau itu semua sudah dijalankan insya Allah akan jauh dari perbuatan maksiat dan kenakalan remaja serta yang lainnya” tegas ibu Meuthia Nilda, BA saat ditemui usai upacara bendera.
Diwaktu yang berbeda, pembina upacara mengapresiasi “Saya bangga bisa menjadi pembina upacara di Perguruan Diniyyah Puteri Padang Panjang, karena saya bisa memberikan motivasi buat para perempuan khususnya remaja. Apalagi zaman sekarang kenakalan remaja semakin meningkat. Mudahan kenakalan remaja yang ada diluar lingkungan Diniyyah tidak terjadi kepada para santri di sini” sambut Junarti polwan, KANIT IDIK II RESKRIM, kepada redaktur Dinteen saat diwawancarai usai upacara bendera.
“Kami merasa puas bisa memberikan performance upacara dengan baik, karena sebelumnya benar-benar dipersiapkan. Tidak mungkin dalam pelaksanaan upacara, petugasnya membuat kesalahan. Jadi kami ingin selalu tampil dengan baik saat melaksanakan upacara, walau siapapun yang menjadi pembina. Itulah salah satu bukti kami ini, pelajar serta remaja yang baik” ungkap siswa kelas XII IPS 1 Hasnah Luthfa yang menjadi pemimpin upacara. Lelen Sartika Woyla, Diniyyah News Reporter
More Articles...
- Dewan Santri Diniyyah Puteri Dilantik
- Tiga Pantang Orang Jepang yang Harus Ditiru
- PAUD Rahmah El Yunusiyyah Padang Panjang Punya Kurikulum Baru
- Kepala Kantor BI Wilayah Sumbar Kunjungi Diniyyah Puteri
- Training Merancang Masa Depan dan Membangun Karakter Bersama Mahasiswa STIKes YARSI Sumbar Bukittinggi