Diniyyah Research Centre (DRC) Diniyyah Puteri Padangpanjang, melaksanakan kegiatan training menulis kreatif tingkat madrasah se kota Padangpanjang. Kegiatan ini dilaksanakan pada Jumat (29/01/16) dari pukul 08.00 WIB hingga pukul 12.00 WIB. Kegiatan yang bertempat di Aula Zainuddin Labay El Yunusiy ini, dihadiri 50 orang peserta. Kegiatan tersebut dipanitiai oleh seluruh reporter Diniyyah NewsTeenanger (DINTEEN). Training dibuka langsung oleh Directur DRC, Bapak Fauzi Fauzan El Muhammadi, Lc.S.Fil.I
Saat ditemui pada waktu istirahatnya, Directur DRC menyampaikan “Sehubungan dengan kegiatan rutin kita, sharing ke berbagai sekolah untuk memberikan pelatihan kepenulisan secara gratis, training ini bertujuan untukmenumbuhkan kreatifitas penulisan diseluruh Sumatera Barat. Kenapa pada training kali ini kita hanya fokus untuk madrasah? Karena sesuai dengan motto trainingnya yaitu mendidik kembali penulis-penulis muslim di Sumatera Barat. Dari training tersebut kita harapkan peserta dari masing-masing sekolah merasa ada tantangan untuk menggaet teman-temannya kembali untuk ikut menulis. Dari training kemarin, kita dari DRC sudah memantau para peseta untuk dilihat perkembangannya sehingga kita akan kontak terus mereka untuk mengirim tulisan ke kita dan nantinya akan kita kirim ke Singgalang.Sehingga mereka lebih bisa produktif. Karena melalui training ini kita ingin melahirkan kembali generasi penulis-penulis yang hebat di kalangan muslim” Ungkap bapak Fauzi Fauzan El Muhammadi S.Fils
“Pelatihan ini sangat luarbiasa dan bermanfaat, karena dapat memotivasi kita untuk terus menulis, kita juga dapat berbagi tentang kepenulisan kepada peserta. Sehingga kita bisa bersama-sama melahirkan penulis-penulis berbakat dengan backgraund madrasah. Saya sangat bangga dengan antusias peserta dalam mengikuti kegiatan ini” Ungkap Jumiati Oktariana saat ditemuiusai acara training yang merupakan salah seorang peserta training.
“Saya merasa senang dan lega sekali, ternyata bisa tampilmemberikantraining kepada teman-teman dari berbagai madrasah di Padangpanjang. Harapannya semoga teman-teman yang ikut terlibat menjadi peserta training kemarin, lebih bersemangat untuk menulis dan semakin giat untuk memperbanyak tulisannya lagi.Bagi yang sudah pernah menulis dan pemula, hendaknya ikut termotivasi untuk menulis setelah mengikutitrainingkemarin”Tutur Nadhira Aisyiah Arin selaku trainer menulis kreatif yang tulisannya sudah pernah dimuat di Kompas.(Rahmi Yulianti/Diniyyah News Reporter)
Padang Panjang- Santri Diniyyah Puteri melaksanakan outbound bersama Diniyyah Training Centre (DTC). 210 santri kelas IX MTs DMP dan SMP Diniyyah Puteri menjadi Peserta pada Kamis, 28 Januari 2016 lalu. Kemudian dilanjutkan outbound untuk 63 santri kelas XII MA KMI Diniyyah Puteri, (29/01). Kegiatan itu dilaksanakan di lokasi agrowisata Diniyyah Puteri dikawasan Lubuk Mata Kucing, Padang Panjang.
“Alhamdulillah, walaupun hujan dipagi Kamis kemarin, outbond training untuk santri MTs DMP dan SMP Diniyyah Puteri berlangsung seru. Outbound pada hari ke-2 bersama santri MA KMI Diniyyah Puteri berjalan lancar dan menyenangkan” Ungkap bahagia dari Direktur Operasional DTC di media sosial miliknya.
Merawati S.Pd.I, wakil kepala asrama Diniyyah Puteri mengatakan, setiap kegiatan permainan dalam outbound tersebut akan dilihat semua perkembangan yang terjadi pada diri santri.
“Ada sekitar delapan permainan yang dilaksanakan diantaranya adalah merayap yang bertujuan untuk melatih motorik santri. Kemudian permainan meniti untuk keseimbangan, permainan sarang laba-laba bertujuan untuk meningkatkan kekuatan tubuh santri, dan santri yang phobia dengan ketinggian akhirnya mampu menaklukkan phobia tersebut” Ujar umi asrama Diniyyah Puteri yang akrab disapa umi Mera.
Seluruh peserta outbound mengikuti semua kegiatan yang telah dipersiapkan oleh tim trainer.
“Pengalaman yang sangat luar biasa sekali bagi kami. Karena outbound kali ini merupakan moment terakhir bagi kelas XII MA KMI. Tim trainer telah merancang kegiatan ini sebaik mungkin, agar memberikan kesan terbaik untuk peserta. Selain itu, kegiatan ini juga sebagai ajang untuk memacu adrenalin dan mental para santri. Sehingga kita bisa menjadi generasi yang berani menaklukkan berbagai tantangan di luar sana” Tutur Fikria Azzahra peserta dari kelas XII STT MA KMI yang akrab disapa Ubay.
“Kegiatan yang luar biasa. Saya merasa sangat senang bisa mengikuti outbound ini. Saya dan teman-teman menjadi lebih berani. Selain itu, banyak hikmah yang dapat diambil. Harapannya, melalui outbond tersebut bisa membentuk mental santri Diniyyah Puteri untuk menghadapi berbagai kondisi di dunia luar. Kemudian untuk DTC sukses selalu dengan kegiatan trainingnya, dan bisa menyediakan permainan-permainan yang lebih banyak dan menarik“ Ujar Rahma Khaira Suryani santri kelas IX MTs DMP Diniyyah Puteri.
(Jummiati Oktariana/Diniyyah News Reporter)
Padang Panjang- 210 santri kelas IX MTs DMP dan SMP Diniyyah Puteri Padang Panjang mengikuti Training Leadership Camp bersama Diniyyah Training Centre (DTC). Kegiatan tersebut dilaksanakan pada 23-24 Januari 2016 di aula Zainuddin Labay El-Yunusiy. Ahmad Rifa’i, Direktur Operasional DTC mengatakan tema leadership itu adalah Leadership Training For Teenagers.
“Pembukaan Training Leadership Camp yang berlangsung selama dua hari itu dibuka langsung oleh trainer utama, Ibu Fauziah Fauzan El-Muhammady SE, Akt, M.Si, (23/01). Kemudian dilanjutkan dengan pemberian materi dari trainer utama yang juga merupakan pimpinan Perguruan Diniyyah Puteri” Ujar Ahmad.
Beberapa junior trainer yang terdiri dari guru, umi asrama dan staf di Diniyyah Puteri ikut serta berpartisipasi dalam kegiatan itu. Wakil kepala asrama Diniyyah Puteri Merawati S.Pd.I mengungkapkan, tujuan dari training ini adalah untuk membantu santri untuk menjadi pemimpin. Terutama menjadi pemimpin untuk dirinya sendiri, kemudian diharapkan mampu menjadi pemimpin bagi orang lain, baik itu di lingkungan keluarganya, instansi dan bahkan sebuah negara. Santri dilatih bagaimana menjadi pemimpin yang amanah, menaklukkan dunia meraih syurga.
Santri pun dilatih orientasi untuk PBB bersama Serma Bambang, dari Secata B Padang Panjang. Kemudian dilanjutkan dengan training 18 sikap bersama School Of Teachers Diniyyah Puteri, (25-27/01).
“Training 18 sikap pada hari pertama membahas dan mengaplikasikan sikap jujur, bermutu, hormat, ikhlas, syukur, dan sabar. Selanjutnya pada hari kedua tentang sikap berpikr positif, rendah hati, kasih sayang, bersih, khusyu dan ramah. Hari terakhir kita membahas kepada santri tentang bagaimana bersikap disiplin, tanggungjawab, rajin, istiqomah, taqwa, dan qona’ah” Ungkap Direktur School Of Teacher, Ibu Laili Ramadani M.A saat ditemui reporter Diniyyah Puteri di kantornya.
“Saya bersyukur bisa mengikuti training leadership dan 18 sikap ini. Kegiatan ini membimbing kita bagaimana menjadi seorang pemimpin dimasa depan nanti. Apapun cita-cita kita nantinya, jiwa kepemimpin dan 18 sikap tersebut akan sangat bermanfaat untuk menjadikan kita orang yang sukses. Semoga dengan adanya training tersebut bisa mengubah saya dan teman-teman menjadi generasi yang lebih baik. Kemudian mampu menjadi leader masa depan yang membawa inovasi bagi tanah air” Pungkas Afifah Hidayah Putri kelas IX C MTs DMP Diniyyah Putri. (Jummiati Oktariana/Diniyyah News Reporter)
Sebuah Pertanyaan untuk kita semua yang sudah berkeluarga, atau belum, yang sudah punya anak atau belum. Ketika Kita melihat anak anak SMP hari ini, kita meyaksikan bahwa fisik atau casing nya SMP, namun perilaku, sikap dan sejumlah kemampuan lainnya masih usia 4th, bahkan 3th. Apa yang terjadi pada anak anak ini jika itu terus berlanjut sampai ia SMA, kuliah, bekerja dan berumah tangga. Anak anak ini berada di Komunitas keluarga dan sekolah yang Bernilai rendah. Dan jumlahnya sangat banyak di Indonesia.
BUILDING A VALUABLE COMMUNITY FOR CHILDREN adalah sebuah Konferensi Pendidikan Anak Usia Dini VII yang baru saja dihadiri oleh Pimpinan Perguruan Diniyyah Puteri Padang Panjang Ibu Fauziah Fauzan,M.Si bersama Ibu Eva Delva,M.M.Pd Ketua Jurusan PGRA STIT Diniyyah Puteri serta Directur School Of Teacher Ibu Laili Ramadhani,M.A di Hotel Mandarin Bundaran HI Jakarta dan Dihadiri oleh Praktisi Pendidikan Indonesia lainnya.
BUILDING A VALUABLE COMMUNITY FOR CHILDREN, Bagaimana membangun Komunitas yang Bernilai Tinggi Bagi Anak Anak kita. Bagaimana caranya agar anak anak kita bisa belajar menjadi seseorang yang BERTANGGUNG JAWAB, JUJUR, KOMITMEN, DISIPLIN, DAN MEMILIKI EMPATI.
Sebuah Pertanyaan untuk kita semua yang sudah berkeluarga, atau belum, yang sudah punya anak atau belum. Ketika Kita melihat anak anak SMP hari ini, kita meyaksikan bahwa fisik atau casing nya SMP, namun perilaku, sikap dan sejumlah kemampuan lainnya masih usia 4th, bahkan 3th. Apa yang terjadi pada anak anak ini jika itu terus berlanjut sampai ia SMA, kuliah, bekerja dan berumah tangga. Anak anak ini berada di Komunitas keluarga dan sekolah yang Bernilai rendah. Dan jumlahnya sangat banyak di Indonesia.
KOMUNITAS adalah tempat sekumpulan orang orang berinteraksi. Komunitas terkecil sampai terbesar adalah KELUARGA, AGAMA, BUDAYA, SEKOLAH, KOTA, NEGARA, DUNIA. Teroris yg kita bicara kan kemaren, Hampir dipastikan tumbuh di Komunitas yang Bernilai rendah. mengapa Indonesia menjadi negara yang aneh dalam banyak hal, yang juga kita tertawakan kemaren karena masyarakat Indonesia tumbuh di Komunitas yang Bernilai rendah.
Kita bisa menilai diri kita hari ini apakah kita tumbuh di Komunitas yang Bernilai Tinggi dengan melihat perbandingan apakah sikap perilaku, kemampuan adaptasi, kemampuan memahami Perbedaan, kemampuan menghadapi dan menyelesaikan masalah sudah cocok dengan Casing diri kita, usia kita, atau masih tertinggal di usia dini.
Untuk membangun Komunitas Bernilai Tinggi maka perlu ada RUTINITAS, RITUAL, dan TRADISI. Yang Bernilai Tinggi pula.
Mari kita Bahas Komunitas terkecil di Keluarga. Di keluarga ada RUTINITAS Yaitu melakukan suatu hal dalam aturan dan urutan tertentu. Mari kita cek rutinitas saat bangun pagi sampai Menjelang tidur. Rutinitas apa yang kita bangun? Apakah ada skedul yang diketahui dan disepakati di rumah kita. Jam Berapa Bangun? Jam berapa Sholat? Bagaimana merapikan kamar sebelum ditinggalkan? Bagaimana standar kerapian itu?Siapa yang harus terlibat dalam menyiapkan sarapan? Siapa yang membereskan sarapan? Jam berapa berangkat kerja dan sekolah? Jam berapa anggota keluarga harus hadir di rumah untuk makan malam bersama? siapa yg menyiapkan? Siapa yg merapikan? Jam berapa waktu tidur? Itu adalah RUTINITAS. Hal yang rutin akan membuat anak nyaman karena mampu Memprediksi dan mengantisipasi apa yg akan terjadi. Apabila anak sejak usia dini tidak memiliki rutinitas, maka ia akan sulit Memprediksi kehidupan, sulit menyelesaikan masalah. Dan di usia remaja menjadi remaja bermasalah. RITUAL adalah melakukan aktivitas diantara rutinitas namun mampu menyatukan semua anggota Komunitas. Misalnya dalam Rutinitas SARAPAN PAGI ada RITUAL bahwa anak terlibat menyiapkan sarapan. Semua duduk di meja makan tanpa ada Hp, IPAD, dan Anggota keluarga makan Bersama dan berdiskusi bersama dengan hangat saling berbagi perhatian dan merapikan meja makan Bersama setelah berdoa. Itu adalah RITUAL. Apabila ada RUTINITAS di Keluarga namun tidak menyatukan hati dan pikiran serta perasaan Komunitas, maka itu namanya bukan RITUAL. pertanyaan nya, ada berapa RITUAL di Keluarga kita?
RITUAL yang lain yang bisa kita bangun adalah saat Menjelang tidur. Apakah anggota keluarga saling mendoakan, berpelukan, memaafkan. RITUAL juga bisa dibangun saat Sholat Subuh atau sholat magrib berjamaah. RITUAL ini menjadi penting baik bagi individu maupun bagi anggota Komunitas bersama. Dalam Ritual dibangun kebersamaan sekaligus perilaku yang akan menjadi karakter anak di masa depan. Kalau seseorang sering ke dokter gigi maka berarti ritual sikat gigi dan kualitas sikat giginya masih rendah. Kalau sikat otaknya juga berkualitas rendah, dan ritual yang dibangun keliru atau dibangun dengan standar rendah maka dj usia dewasanya ia akan bermasalah. Misalnya ada keluarga yang membangun ritual sholat subuh berjamah sekeluarga. Tilawah Quran bersama, lalu membahas akhlak dengan sesama manusia. Namun orang tua abai akan kerapian kamar anak. Selimut Tak dilipat, Kamar berantakan, maka kebersihan dan kerapian tidak menjadi penting bagi anak dan anak tidak terlatih bertanggung jawab. Di usia dewasa nya ia sholat tepat waktu tetapi berantakan. Ia selalu menganggap akan ada orang lain yang akan mengerjakan untuknya. Ia Buang sampah sembarangan karena merasa akan ada petugas kebersihan yang membersihkan untuk nya. Inilah salah satu kesalahan ritual di Republik Indonesia ini sehingga setiap kota dan propinsi negara kita bertaburan sampah.
Jadi penting kita bangun Ritual yang dapat membuat otak anak anak kita bekerja dengan kemampuan tertinggi nya. RITUAL juga dibangun di sekolah. Sekolah adalah tempat dimana anak anak paling banyak menghabiskan waktu dibanding tempat lain. Namun sekolah di negara kita Kebanyakan memang hanya sekedar Membuang waktu saja. Anak anak hanya datang ke sekolah, mendapatkan materi di Kelas lalu dihafal dan dijawab dalam selembar kertas. Dan guru serta orang tua merasa beres saat ujian tulis anak Bernilai Tinggi. Sementara sisi pembentukan sikap dan perilaku terabaikan, maka sekolah belum dapat disebut Komunitas. Di sekolah yang ada hanya rutinitas tanpa ada ritual dan hubungan kuat dengan orang tua, komunikasi yg baik sesama guru, komunikasi yg baik antar guru dan Siswa, Siswa sesama Siswa, maka sekolah tersebut tidak dapat disebut KOMUNITAS. Inilah alasan mengapa Diniyyah Puteri mewajibkan Training Parenting bagi semua orang tua Sebab yang dibangun adalah Komunitas. Di sekolah di samping memiliki rutinitas berkualitas juga dibangun RITUAL seperti makan Bersama Siswa dan guru. Membangun persahabatan yang aman dan Indah saat program Bahasa, berbagi makanan saat berbuka puasa senin Kamis (di Diniyyah Puteri) adalah membangun kebersamaan dan sikap. Di samping RITUAL, hal penting berikutnya dalam membangun Komunitas adalah TRADISI. Yaitu cara sikap perilaku melakukan sesuatu oleh sekelompok orang untuk jangka waktu lama berlangsung bertahun tahun dari generasi ke generasi.
Tradisi adalah cara sikap perilaku dalam melakukan aktivitas oleh sekelompok orang berlangsung tahun ke tahun generasi ke generasi dari ibu ke anak dari anak ke cucu dan seterusnya. Di keluarga Indonesia ada Tradisi Berbuka bersama saat Ramadhan, Tradisi merayakan Idul Fitri dan Idul Adha. Dimana saat itu disajikan menu special keluarga. Mulai dari Kue kecil, cake, rendang, opor Ayam, ketupat dan Lainnya. Aktivitas akan dinamakan tradisi bila mengikat hubungan Komunitas keluarga menjadi lebih akrab, hangat dan ada nilai nilai yang dibangun. Tradisi tidak akan bermakna bagi anak anak bila ternyata memberikan pengalaman yang tidak menyenangkan. Tradisi juga tidak memberikan pendidikan kepada pada anak anak bila dalam aktivitas nya tidak terdapat nilai nilai yang membangun sikap dan perilaku. Maka, keluarga tidak dapat disebut KOMUNITAS bila tidak memiliki rutinitas berkualitas, Ritual dan Tradisi yang membuat anggota keluarga saling Menyayangi, saling mendukung dan saling terikat secara emosi. keluarga tidak dapat disebut KOMUNITAS bila anggota keluarga tidak mendapatkan RUTINITAS, RITUAL dan TRADISI berkualitas. Dampaknya bila keluarga tidak dapat menjadi sebuah Komunitas, maka anak-anak tidak akan bahagia dan tidak saling terikat. Dan diusia dewasa nya ia mengalami kegersangan jiwa akan kasih sayang. Ada tantangan bagi keluarga bila anak mulai remaja dan semua anggota keluarga punya kesibukan sehingga sulit menjalankan ritual makan bersama. Solusinya adalah membuat ritual makan Bersama mingguan yang dapat dihadiri oleh anggota keluarga. Di sana dibangun kebersamaan. Dan Pastikan jauhkan gadget hp ipad dari meja makan.
Kita bisa menilai diri kita hari ini apakah kita tumbuh di Komunitas yang Bernilai Tinggi dengan melihat perbandingan apakah sikap perilaku, kemampuan adaptasi, kemampuan memahami Perbedaan, kemampuan menghadapi dan menyelesaikan masalah sudah cocok dengan Casing diri kita, usia kita, atau masih tertinggal di usia dini.
Kisah seorang Ibu yang mencoba membangun ritual keluarga. Ibu Nisa adalah seorang wanita Karir yang bekerja Senin sampai Sabtu dimana anak anak nya libur pada hari Sabtu dan suaminya pun libur pada hari Sabtu. Ia kehilangan waktu bersama keluarga karena bekerja setengah hari di hari Sabtu. Maka ia membuat ritual setiap Sabtu jam 05.30 pergi berbelanja ke Pasar pagi dekat rumah bersama anak anak dan memasak bersama sekeluarga untuk sarapan sebelum ia ke kantor. Lalu saat sarapan disepakati tempat makan siang di restoran atau rumah makan dimana mereka akan bertemu sepulang Bu Nisa dari kantor. Ritual ini dapat membangun kebersamaan keluarga Bu Nisa bersama anak anak nya dan mempertahan kan serta menjaga keluarga mereka menjadi sebuah Komunitas.
Salah satu kemampuan penting yang harus dimiliki seseorang dalam membangun KOMUNITAS adalah EMPATI. Yaitu kemampuan untuk memahami dan berbagi perasaan orang lain. Anak tidak dapat Otomatis memiliki EMPATI tanpa diajarkan. Anak yang berlari dalam mesjid saat orang sedang sholat, atau melompat ke tanaman padi di sawah yang siap panen, adalah contoh anak yang belum memiliki empati. Apa yang akan terjadi jika kemampuan empati tidak berkembang sampai usia dewasa, ia akan menjadi seseorang yg bermasalah. EMPATI memiliki dua komponen yaitu: EMPATI EMOSIONAL dan EMPATI KOGNISI Empati Emosional adalah kemampuan untuk merasakan persis emosi seseorang Sedangkan Empati Kognisi kemampuan membayangkan secara akurat pengalaman orang lain. Saat kita menonton film sedih dan menangis lalu anak kita bertanya "Bunda sedih ya?". Itu berarti anak kita memiliki Empati Emosional. Kalau anak kita berlari saat berada dalam mesjid berarti ia belum memiliki Empati Kognisi. Kalau dalam acara pertemuan, saat makan siang ada antrian 30 orang namun orang diantrian ke 1-5 mengambil lauk makanan banyak banyak tanpa peduli yang dibelakang kebagian apa tidak, berarti orang tersebut tidak memiliki Empati Kognisi. Empati Emosional tumbuh lebih awal pada diri manusia. Dan Empati Kognisi berkembang kemudian setelah Cortex. (otak depan) berkembang. Orang dewasa yang tahapan perkembangan nya telah sesuai dengan usianya akan memiliki kemampuan Empati Emosional dan Empati Kognisi secara maksimal. Pertanyaan nya... Apakah anak anak kita telah memiliki kemampuan Empati? (Fauziah Fauzan El Muhammady)